Di Zaman yg semuanya begitu dekat dengan teknologi. Facebook, whatsapp, twitter, dan jejaring sosial lainnya terkadang membuat seseor...
Di Zaman yg semuanya begitu
dekat dengan teknologi.
Facebook, whatsapp, twitter,
dan jejaring sosial lainnya
terkadang membuat seseorang Anak
lupa akan orang2 disekelingnya
mereka yang dari dulu setia
dan ingin melihat keberhasilannya
disisi lain, Si Anak lupa
dengan masa-masa indah bersama keluarga
Sebuah Cerita renungan inspiratif
tentang kehidupan keluarga
yang insya Allah bisa
mengajarkan kita nilai nilai ketulusan
dan menyadarkan diri kembali
untuk lebih dekat dengan keluarga
khususnya ayah kita, yg kadang
kita sering sekali melupakannya
melupakan perjuangannya
mendidik dan mengayomi kita
saat masih balita hingga dewasa
Seorang pemuda kira kira 25 tahunan
duduk di hadapan PC nya. setiap hari
dia tidak pernah lepas dari facebooknya
tapi baru hari ini dia mengecheck inboxnya
Terlihatlah sesuatu yang selama ini
tidak dia perdulikan sama sekali
Bagian ‘OTHER’ di inboxnya.
Ada dua pesan. Pesan pertama,
spam. Pesan kedua, dia membukanya.
Ternyata pesan 3 bulan yang lalu.
Dia baca isinya:
“Assalamualaikum.
Ini kali pertama Ayah mencoba menggunakan
facebook. Ayah gak tau banyak tentang facebook
tapi ayah ingin menambah kamu sebagai teman
tapi tidak bisa.
Ayah coba kirim pesan ini kepada kamu.
Maaf, Ayah tidak terlalu lancar mengetik.
Ini baru beberapa hari teman ayah
yang mengajarkan.
Ingatkah saat pertama kali kamu punya handphone?
Saat itu kamu kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah.
Ayah kasian semua anak-anak sekarang punya Handphone.
Maka ayah hadiahkan satu untuk kamu
Ayah berharap dengan itu kamu
akan telpon ayah kalau kamu
mau cerita tentang masalah asrama,
sekolah atau apa-apa saja.
Ayah siap untuk mendengarkan
Tapi, Ayah tidak tahu mengapa
kamu hanya menelfon ayah seminggu sekali.
Tanya tentang uang makan dan jajan.
Ayah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu
tapi kamu nelpon ayah tidak sampai 5 menit.
Sudah habiskah pulsanya?
Saat kamu kecil dulu,
Ayah masih ingat pertama sekali
kamu bisa ngomong.
Kamu asyik panggil, ‘Ayah, Ayah, Ayah’.
bahagia dan bangga sekali Ayah
karena anak lelaki ayah
panggil Ayah. Panggil Ibu.
Mungkin kamu tidak ingat semua ini
tapi percayalah ayah senang bisa berbicara
dengan kamu walaupun kamu tidak ingat
dan tidak paham apa yang Ayah dan Ibu
ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun.
Saat itu ayah dan ibu bicara banyak sekali
dengan kamu. Kamulah penghibur kami
di saat kami berduka.
Walaupun hanya dengan gelak tawamu.
Saat kamu masuk Madrasah Ibtidaiyah.
Ayah ingat kamu selalu bercerita dengan
Ayah ksetiap pergi dan pulang sekolah.
Banyak yang kamu ceritakan pada ayah.
Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.
Ayah jadi makin bersemangat bekerja keras
mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah.
Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan.
Ayah mana yang tidak gembira
kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.
Ketika kamu masuk Madrasah tsanawiyah.
Kamu mulai punya kawan-kawan baru.
Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung masuk kamar.
Kamu keluar pas waktu makan saja.
Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu.
Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai.
Akhirnya masuk asrama di Aliyah. Di asrama,
jarak antara kita makin jauh.
Kamu mencari kami saat perlu.
Kamu biarkan kami saat tidak perlu.
Ayah tahu, naluri remaja.
Ayah pun pernah muda.
Akhirnya, Ayah tahu
kalau ternyata kamu
menyukai seorang gadis.
Ketika masuk kuliah,
sikap kamu sama saja
dengan ketika di Aliyah.
Jarang hubungi kami.
Sewaktu pulang liburan, kamu
sibuk dengan HP kamu,
dengan laptop kamu,
dengan internet kamu,
dengan dunia kamu.
Ayah bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Adakah kawan istimewa itu lebih penting
dari ayah Dan Ibu?
Adakah Ayah dan Ibu cuma diperlukan
saat kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu?
Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?
Akhirnya, kamu jarang berbicara
dengan Ayah lagi. Kalau pun bicara,
dengan jari-jemari. BBMan, Whatsappan
dan sejenis pesan singkat lainnya
Berjumpa tapi tak berkata-kata.
Berbicara tapi seperti tak bersuara.
Bertegur cuma waktu hari raya.
Tanya sepatah kata,
dijawab sepatah kata.
Ditegur, kamu buang muka.
Dimarahi, kamu tidak pulang liburan lagi.
Malam ini, Ayah sebenarnya rindu sekali pada kamu.
Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu.
Cuma ayah sudah terlalu tua.
Ayah sudah di penghujung usia 60 an.
Kekuatan ayah tidak sekuat dulu lagi.
Ayah tidak minta banyak…
Kadang-kadang, Ayah cuma mau kamu
berada di sisi ayah.
Berbicara tentang hidup kamu.
Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu.
Menangis pada Ayah. Mengadu pada ayah.
Bercerita pada ayah seperti saat kamu kecil dulu.
Apapun.
Maafkan ayah atas curhat ini.
Jagalah solat. Jagalah hati.
Jagalah Iman. Mungkin kamu
tidak punya waktu berbicara dengan ayah.
Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu
berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cinta di hati pada
seseorang melebihi cinta kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan ayah.
Namun jangan kamu mengabaikan Allah.
karena Allah selalu ada dan mengawasi kita
Terakhir...
Maafkan Ayah atas segalanya.”
Si Anak meneteskan air mata.
Dalam hati perih tidak terkira.
Bagaimana tidak, tulisan ayahandanya itu
dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya.
Di saat tidak mungkin lagi
mampu memeluk tubuh tua ayahnya.
Sahabat...
Hargai orang tua kita
selama dia masih hidup
kadang kala kita terlalu sibuk dengan kerja.
hingga kita lupa akan dia
yang membesarkan kita..
memberi pendidikan untuk kita
bekerja..
mengajar kita berjalan untuk bekerja..
Jangan sampai anak kita nanti
melupakan kita seperti kita
melupakan kedua orangtua kita.
Jika saat ini kamu merasa
ada batas antara kamu dan orang tua
cobalah berfikir secara jernih dan terbuka
mendekatlah kepada mereka apapun yg terjadi
jika dalam suatu waktu kamu merasa jengkel
dengan orang tua, cobalah lihat anak bayi
yang disayang, diasuh dengan penuh cinta
ketika menangis ibu datang untuk menenangkannya
ketika si bayi berbicara tidak jelas
seorang ibu tetap senang dan gembira
Malah terkadang dia ikut berbicara
tertawa, penuh suka cita..
Begitulah gambaran kita semua
ketika dahulu, dahulu
jauh sebelum kamu membaca tulisan ini
dahulu ketika kita belum mengetahui
siapa kita ini....
Kang Robby