Imam Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin menerangkan secara terperinci tentang bagaimana perkataan jahat; kotor atau"fukhsun"...
Imam Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin menerangkan secara terperinci tentang bagaimana
perkataan jahat; kotor atau"fukhsun" menjadi bencana bagi manusia dalam hidup. Apalagi jika perkataan
jahat dikombinasikan dengan perbuatan keji terhadap orang lain tentu akan memiliki daya rusak
yang begitu besar.
Mereka, orang yang terbiasa berkata jahat, seringkali merasa bahagia karenanya. Di era Media sosial ini, perkataan jahat sering kali diekspose begitu saja tanpa sedikitpun rasa bersalah. Misalnya, seseorang cenderung bahagia disaat orang yang tidak disukai menghadapi masalah; seperti dihina orang lain dan lain sebagainya. Sikap seperti ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Nabi Muhammad SAW pada suatu kesempatan pernah mengatakan,
" Tidak beriman seseorang yang hidup dalam perbuatan jahat dan keji; baik ucapan maupun tindakan"
Artinya, Tidak ada "maslahah" atau kebaikan dalam berkata jahat. Walaupun kadang kala kita diperlakukan tidak baik oleh seseorang, bukan berarti hal tersebut bisa menjastifikasi kita untuk menjadi pribadi yang jahat dan tidak bermoral. Bisa dikatakan, Berkata kasar, kotor dan jahat merupakan investasi yang besar. Hanya saja investasi ini merupakan investasi terburuk yang ada dalam kehidupan umat manusia. Bahkan terhadap orang yang memusuhi kita; Allah SWT melarang untuk mengeluarkan kata-kata yang tidak bermoral.
Sebagai contoh, Pada saat perang badar, Umat Islam meraih kemenangan yang cukup gemilang.
Disaat itu, orang-orang Islam pun merayakannya dengan suka cita. Dalam kesukacitaan itu,
sebagian sahabat melakukan provokasi dan mengutarakan kata-kata tidak baik kepada musuh-musuh
orang-orang Islam.
Lantas, Apakah Nabi Muhammad SAW mengapresiasi tindakan sebagian kaum Muslimin itu?
Tentu tidak. Bahkan Nabi Muhammad SAW melarang dengan keras sikap "Lu'mun", "Jerk"
atau Brengsek Seperti;Mengolok-olok, Mencaci-maki dan mengutarakan kata-kata tidak bermoral.
Adapun alasan mendasar dari pelarangan tersebut adalah walaupun perkataan itu tidak menyakiti
musuh-musuh/lawan-lawan Islam yang tewas pada Perang Badar tapi hal seperti itu pasti
memberikan "sign" tanda dan luka yang mendalam kepada kerabat dari keluarga lawan-lawan
perang umat Islam.
Jika seperti itu,rasa dendam, amarah dan niat jahat akan semakin menumpuk dihati mereka yang
dinistakan dengan kata-kata. Jika pada saat itu Nabi Muhammad SAW tidak memberikan arahan untuk
tidak melakukan sikap "Lu'mun" "Jerk" Brengsek kepada Musuh-musuh Islam, tentu permusuhan akan
semakin besar dan menyebabkan "maddarrah" kerusakan yang merugikan semua pihak.
Dalam "structure english" dikatakan,
" For Every Second Spend in Anger, A Minutes of Happiness is Wasted"
Artinya, Amarah sesaat, menghilangkan setiap menit kebahagiaan dalam hidup.
Nabi Muhammad SAW juga bersabda,
" Assabru Fi Sadmati Ulla"
Kesabaran itu ada pada hentakan/pukulan pertama, Maksudnya. Jika engkau dibuat jengkel
higga marah oleh orang lain, menahannya pada saat itu dengan melakukan pengendalian diri
yang baik adalah sikap tepuji. Karena jika engkau merespon dengan perkataan buruk atau
tindakan kasar;tidak bermoral, itu berarti engkau belum sanggup bersabar dan tidak mampu
menahan amarah.
Biasanya, seseorang cenderung menahan amarah setelah merespon dengan beberapa kata kasar
atau tindakan kasar. Barulah setelah itu penyesalan datang setelah emosi mereda.
"attitude" Sikap seperti ini, walaupun pada akhirnya menyesali perbuatannya, tapi dampak
dari sikap emosional yang tidak terkendali sudah menyebabkan berbagai bekas luka baik itu
secara fisik atau non-fisik yang sangat merugikan.
Jadi, tidak ada kebaikan dalam merespon perkataan jahat/tindakan jahat orang lain terhadap kita.
Selama tindakan itu tidak membahayakan nyawa kita, kita harus bisa mengendalikan diri.
Karena sebenarnya, Ketaqwaan adalah sikap pengendalian diri yang lahir dari hati yang tulus;
berharap keridhaan Allah SWT atas berkah kehidupan yang kita jalani ini.
Sebagai Penutup, Begitu banyak orang menjastifikasi perkataan kasar dan tidak bermoral atas dasar
prilaku tidak berakhlak yang dilakukan orang lain.
Mari kita ambil contoh, Orang "ghibah" menjelek-jelekkan orang lain biasanya berkata,
" yang kita lakukan adalah menganalisa kejahatan atau sikap tidak berakhlak yang dilakukannya selama ini.Jadi, Menjelek-jelekkannya adalah suatu hal yang lumrah agar kita bisa mengambil pelajaran yang berarti dan tidak menjadi seperti dirinya".
Pembelaan seperti ini sebenarnya memuat kerancuan. Untuk mengambil pelajaran dari orang jahat,
bukan berarti harus melakukan kejahatan yang serupa, seperti "ghibah" mengolok-olok secara kasar
terhadap orang-orang tersebut. Cukup bagi orang yang hendak melakukan tindakan preventif dari sikap
kasar orang lain dengan cara mengamatinya dan tidak membicarakan keburukannya secara Vulgar dan dilebih-lebihkan.
Sikap "mubalahoh Fi Kalam" Berlebih-lebihan dalam berbicara atau memburukkan orang lain sebernarnya akan mematikan hati, membuatnya gersang dan menjadikannya tidak mampu mendeteksi kebusukan-kebusukan yang menghadang kita.
Robby Andoyo