Gadis Bergaun Hijau Toska

Blog Kang Robby - Annisa Fathanmubina Senja membias temaram. Gerimis tuntas di dahan pakis. Serombongan sriti terbang rendah dari langit ut...

Blog Kang Robby - Annisa Fathanmubina

Senja membias temaram. Gerimis tuntas di dahan pakis. Serombongan sriti terbang rendah dari langit utara. mencicit ribut, lantas hinggap beramai-ramai di pohon asam jawa di belakang rumah.

Nini menutup jendela. Seutas senyum meretas bibir, menyirat rasa lega di paras senjanya, persis seorang ibu mendapati anak-anaknya kembali pulang usai pengembaraan sepanjang siang.

“Burung-burung itu salah satu kearifan alam yang tak pernah kering untuk diteladani. Mereka bertebaran di siang hari untuk mencari rezeki Tuhan. Di malam hari mereka menghening cipta, tenggelam dalam pemujaan pada-Nya. Begitulah seharusnya Muslim menjalani kehidupan, senantiasa berkaca pada konsep tawazun, neraca keseimbangan...” Nini menerawang, sementara aku merasa berkewajiban melongo dengan harapan suatu saat kelak memahami bahasanya yang terlalu ‘tua’.

Kini Nini melempar sebatang ampas kopi ke perapian, lantas menuju bale-bale tempatku melongo. Sebentar lagi harmoni kwartet dimulai. Ya, aroma arabika, harum tanah basah, irama jangkrik, dan dongeng Nini adalah sinergi favorit yang senantiasa menghadirkan damai di sekujur jiwaku, memberi ruh pada setiap kata yang mengalir penuh ajaran. Bahkan aku seolah-olah bisa menyentuh gaun gadis hijau toska yang menjadi tokoh utama dongeng sang Nini.

Gadis itu cantik seperti tanah tempat ia tinggal. Terik menyisakan rona merah di pipinya. Ia bergaun hijau toska milik ibunya dulu. Gaun itu hanya diwariskan pada gadis kecil yang berwawasan lingkungan. Topinya lebar terbuat dari anyaman pandan dengan hiasan bunga-bunga liar.

Saat matahari berada di atas kepala dia berlari kecil menuruni bukit. Serombongan domba mengikutinya dengan suka cita. Dia bertemu dengan kawan-kawannya; gembala kerbau yang meliuk dengan seruling, gadis-gadis kecil sepertinya, dan gembala bebek yang berjingkrak-jingkrak ribut, tanda bebeknya bertelur dalam penggembalaan. Ibu bilang dia boleh memiliki telur itu sebagai hadiah.

Mereka segera merencanakan pesta. Gadis hijau toska membongkar ‘harta karunnya’ berupa 5 buah mangga udang yang ditimbun 3 hari lalu di tempat rahasia. Gadis-gadis lain mencari wuni, mede, dan jamur. Gembala kerbau mengeluarkan belalang kayu dari sakunya, dan gembala bebek menyumbangkan telurnya. Perapian dibuat dari kayu dan ranting. Sungguh pesta yang sempurna. Aroma pepes jamur dan mede terbawa angin hingga jauh ke balik bukit, bersinergi dengan wangi anggrek bulan yang memeluk pohon-pohon perawan. Jalinan umbinya adalah hunian yang nyaman bagi anak-anak burung. Sementara air tanah terlindung akar bahar nan kokoh.

Hmm… ya, hidangan yang lezat, perut yang kenyang, dan tiupan angin yang nyaman melenakan anak-anak. Mereka tertidur di tengah padang dan tanpa disadari ternak mereka menuju huma. Terdengar suara keras pemilik huma mendendangkan ultimatum. Syairnya yang universal berlaku untuk gembala ceroboh di mana pun berada.

“Letho... letho... gebuki kayu mbako, upahi mentholoro, sing angon hola... holo...!”

Wajah anak-anak pias. Mereka ketakutan dan lari sembunyi. Dari tempat persembunyian mereka melihat ternak-ternak mengembik kesakitan dilempari tanah keras. Anak-anak itu hampir menangis.

Ah, betapa Muhammad kecil tak pernah lalai menjaga ternaknya. Kini mereka tahu, Tuhan menetapkan sebagian besar profesi para calon rasul adalah penggembala. Rupanya Tuhan ingin mendidik kesabaran, kasih sayang, dan tanggung jawab sebagai bekal memimpin kaumnya kelak.

Ya, anak-anak menyesal. Ternyata menggembala tidak boleh lalai. Menjelang sore anak-anak membawa ternaknya turun ke sungai dan menggiringnya ke kandang. Tak satu pun berani bercerita pada ibu.

Kini senja telah turun, asap ubi jalar membumbung di atap rumah, saatnya menyalakan obor dan pergi ke surau. Pak Imam telah menanti untuk mengajarkan ayat-ayat kauniyah, bahwa urusan lingkungan hidup adalah bagian dari keberagamaan.

Bagaimana Al-Qur’an bercerita tentang penciptaan bumi dalam enam masa, pertemuan dua arus dengan suhu berbeda yang keduanya dipisahkan penampang. Bagaimana Tuhan menciptakan ozon dan gas-gas pelindung bumi dalam takaran yang pas. Tentang yakut dan marjan, buah tin dan zaitun. Dan betapa Al-Qur’an juga sudah mengingatkan tentang tamatnya dunia yang ditandai dengan ketidakseimbangan ekosistem, keluarnya reptil raksasa dari perut bumi, matahari digulung, bintang berjatuhan, binatang-binatang liar dikumpulkan, laut dipanaskan...

Aku menahan napas seperti anak-anak di surau itu. Sementara malam di luar kian merenta. Nini memberi tahuku bahwa semesta senantiasa bertasbih, baik daun-daun, embun, atau burung-burung di pohon asam jawa di belakang rumah.

***

Nini menyelesaikan rakaat akhir subuhnya dan mulai mengusikku. ”Cepat kau shalat subuh, lalu ambil wijen untuk sarapan burung-burung.”

Dingin seolah-olah mencapai ubun-ubun ketika kakiku menyentuh batu ceper di bawah pancuran. Aku heran, tulang tua Nini bisa kuat menahan dingin ini. Bahkan di sepertiga malam terakhir tadi kupastikan Nini berwudhu di sini.

”Berapa umurmu sekarang, Audi?”

”Tujuh tahun, Ni.”

”Kau lebih jangkung dari Nini dulu. Gaunmu hampir mencapai lutut. Ganti dengan yang ini saja.”

Aku menatap gaun hijau toska itu dengan tampang setengah tak percaya. Ada motif bunga-bunga pala di lingkar leher, lengan, dan pinggang. Saat kusentuh, aku merasakan sensasi halus sekaligus kuat. Dadaku hampir meledak oleh takjub. Apakah ini artinya aku beruntung menjadi gadis hijau toska berikutnya? Inikah gaun legendaris itu?

”Tapi kau harus janji untuk tidak memakai deodoran yang dapat membolongi ozon, harus rajin menanam pohon, tidak buang sampah sembarangan, tidak membunuh binatang tanpa alasan yang benar, tidak menyakiti atau mempermainkan binatang, menolak sabung ayam, karapan sapi, topeng monyet, dan mengutuk iklan obat nyamuk yang kodoknya terlalu ceking...” Aku meringis, menyetujui kalimat ’pembaiatan’ yang menurutku sedikit aneh.

Kupakai gaun itu dengan semangat. Rasanya aku baru dilantik menjadi anggota Green Peace. Pundakku serasa memikul misi mahapenting. Aku kini, si gadis hijau toska penyelamat lingkungan hidup. Yeah!

Cepat kusambar semangkuk wijen dan berlari ke halaman. Matahari hampir muncul menepis sisa-sisa embun. Burung-burung sudah bangun sedari tadi. Gelatik, sriti, merpati juga srigunting. Mereka mengelilingiku berebut wijen. Sekilas mereka tampak jinak.

Tiba-tiba muncul niatku untuk iseng. Aku berbaring di rumput dengan kaki bertabur wijen. Aku tak bergerak untuk beberapa saat. Burung-burung bereaksi, mereka mendekat perlahan, memastikan aku benar-benar tak bergerak. Setelah yakin, mereka mulai mematuki kakiku. Makin lama makin banyak. Rasanya geli, tapi demi sempurnanya misi kutahan saja. Setelah mereka terlena, whuaaa.... aku bangun dengan sangat mengejutkan. Untuk mendukung peran kukenakan topeng semar yang sempat kusembunyikan di rumpun anthurium. Kini aku menandak-nandak. Burung-burung memekik ribut, gugup, dan saling tabrak. Tampang mereka lucu sekali, aku sampai tertawa bergulingan.

”Berhenti menakuti burung, gadis badung! Gadis hijau toska tak pernah mempermainkan binatang!” Jemari basah beraroma lerak memijit hidungku keras-keras. Aku meringis kesakitan, tapi yang lebih membuatku takut adalah jika Nini mengambil gaun itu kembali berikut predikatnya.

”Ampun, Ni. Aku janji tidak begitu lagi...”

Nini melepaskan jemarinya setelah yakin aku kapok.

***

Siang di beranda rumah. Mulutku sibuk mengunyah onde-onde, sambil menunggui Nini yang sibuk memaket burung hantu.

”Burung hantu predator yang hebat, Nini akan menghadiahkan burung-burung ini untuk sahabat-sahabat petani Nini.”

Diam-diam aku memuji Nini. Dia memiliki pengetahuan dan kearifan yang indah tentang alam. Ibu guru bilang ‘kearifan naturalis’. Setiap waktu bersama Nini, jiwaku semakin kaya dengan ajaran-ajaran. Seperti siang ini, di sela-sela kunyahan kapur sirihnya Nini memberitahuku, bahwa orang-orang zaman dahulu jauh lebih memiliki kearifan alam daripada orang-orang modern. Mereka berusaha mengendalikan ketamakan dengan menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan dengan kelangsungan hidup lingkungan.

Suku Ammatoa hanya mengambil buah dan umbi tanpa boleh memotong dahan atau ranting. Jika butuh ranting mereka memungut yang sudah jatuh. Orang Jawa pantang memotong pupus daun pisang karena akan berakibat fatal bagi pohon itu. Orang Minang hanya memotong pohon yang benar-benar tua, karena selain tidak lagi produktif, jika pohon tumbang akan menimpa pohon-pohon kecil di sekitarnya.

Mereka juga jenius dengan melakukan pembangunan berwawasan lingkungan. Syair mereka yang terkenal berbunyi, ‘Tanah miring ditanami tebu, tanah tunggang ditanami bambu, tanah gurun dibuat ladang, tanah rawa dibuat sawah, tanah munggu untuk kuburan kaum, tanah berlonang untuk kolam ikan, tanah lembah untuk kubangan kerbau, tanah keras untuk perumahan’.

Rumah Gadang mereka juga mencerminkan kebaikan hati, atap rumah yang tinggi menjadi tempat hidup binatang bebas seperti burung pipit, tawon madu, dan kumbang, mereka boleh tinggal di sana dan tidak diusir.

Tuhan meletakkan petunjuk pada bintang-bintang dan mereka melihat langit untuk membacanya. Mereka tandai, dan menjadi waktu untuk bercocok tanam dan memanen. Kita perlu menjaga alam, karena ayat-ayat Tuhan ada di sana, diliput misteri dan hikmah tiada tara.

Kau tahu, Audi, lebah adalah binatang yang manis yang menjadi pengejawantahan orang beriman, selalu makan dari makanan yang baik dan senantiasa menghasilkan manfaat.

Semut selalu ramah pada saudaranya dan senang bergotong royong. Sedang ketam berjalan miring tapi ingin anaknya berjalan lurus. Rupanya Tuhan menyindir ibu-ibu yang menjemput anak-anaknya pulang dari TPA sambil bergosip di sela waktu-waktu menunggu atau para koruptor yang ramai-ramai memasukkan anaknya ke pesantren.

Kata-kata Nini tak sepenuhnya terpahami otak kanak-kanakku, tapi aku membingkainya di hatiku, sambil sekali lagi berjanji akan memahaminya kelak.

***

Suatu senja di Pulau Galang. Aku melepas burung-burung yang bermigrasi ke utara. Angin bulan Juni menyentuh ujung sanubariku, membawa segala kenanganku tentang Nini. Aku merindukannya. Ini tahun kedua aku ke Pulau Galang tanpa Nini. Dia pergi dua tahun lalu, darahnya yang tak tercemar MSG membuatnya mampu bertahan hingga 112 tahun.

Kerinduanku akan Nini sempurna dengan kehadiran seseorang yang memberitahuku bahwa burung-burung telah menginspirasi manusia sejak ratusan tahun silam. Pedagang Gujarat dan Parsi berlayar merentas samudera mencari rezeki Tuhan sambil menyebarkan agama Muhammad. Maka terbentuklah peradaban baru yang sarat cahaya. Mereka seperti burung-burung yang menelan biji dari tanah selatan, lalu terbang ke utara dan mengeluarkan biji itu di sana. Maka bertambahlah koleksi alam utara. Demikianlah keragaman hayati terbentuk. Sungguh Tuhan adalah pengatur terbaik.

Seseorang itu bernama Pemberani. Kisahnya membawaku pada simfoni kwartet yang terjalin saat kebersamaanku dengan Nini. Kearifannya yang mirip Nini membuatku memutuskan untuk menerima pinangannya. Maka hari ini aku menikah di usiaku yang ke-19. Nini berpesan ada sesuatu yang ditinggalkan gadis hijau toska di bawah pohon mangga udang untukku, sebagai kado pernikahan.

Dan hari ini pula kutelusuri halaman pondok Nini. Hampir tak ada yang berubah. Masih ada pohon pakis, beragam spesies lili dan rumpun-rumpun anthurium. Pancuran bambu dan pohon asam jawa. Hanya saja aku tak mendengar nyanyian burung. Hanya ada beberapa gelatik mematuki ujung gaun pengantinku. Aku hampir menangis. Nini pasti terluka jika tahu akhir-akhir ini burung-burung selalu membawa kabar buruk. Bahwa manusia menyakiti alam sampai perut bumi. Tiap menit hutan hilang enam kali luas lapangan bola, teluk dan telaga tercemar logam berat, generasi terancam autisme, gagal tumbuh dan mutasi sel. Sungai berwarna-warni dan beraroma busuk, kutub mencair, laut meluap, negeri ini jadi punya empat musim, hujan, banjir, kemarau dan kekeringan. Global warming menjadi isu paling serius.

Kearifan lupa singgah di hati manusia, karena semesta tempat Tuhan meletakkan pelajaran-pelajaran telah dirusak, hingga nyaris tak ada lagi yang dapat dibaca manusia. Entah apa yang terjadi, tapi manusia berlomba menghabiskan semuanya hari ini, hingga tak ada lagi yang tersisa esok. Apa yang dikhawatirkan malaikat hampir terjadi. Bagaimana bisa para perusak itu menjadi khalifah yang harusnya memakmurkan bumi?

Dan burung-burung itu, Ni... adalah mahluk manis paling malang. Senandung mereka pupus didera H5N1.

Tak terasa langkahku menyentuh akar pohon mangga udang yang teramat renta hingga nyaris roboh. Aku merendah dan mulai menggali, sementara jiwaku dipenuhi rasa haru, sedih, sekaligus ingin tahu.

Sekian menit menggali, tanganku menyentuh sesuatu yang ternyata sebuah kotak kayu hitam. Aku berharap ini bukan kitab Jumanji yang melarikanku dari keputusasaan menuju petualangan yang mengerikan. Apapun yang disimpan kotak ini, aku berharap menemukan semangat.

Tanganku gemetar membukanya. Dan ini kali kedua aku merasa takjub secara total. Perasaanku sama persis seperti ketika menyentuh gaun hijau toska dulu. Berpuluh-puluh botol kecil tersusun rapi, berisi aneka biji-bijian dari berbagai kelas dan spesies. Ini seperti dongeng! Adakah salah satunya adalah biji pohon ajaib yang bisa membawaku ke langit dan membawa pulang telur angsa emas?

Selembar kertas terselip di antara botol, berisi tulisan tangan Nini.

Sayangku Audi,

Ini warisanku untukmu. Seluruhnya adalah biji pohon ajaib yang akan membawamu membuka sebuah rahasia langit dalam titah Sang Gusti; bahwa mengapa Allah memilih manusia untuk jadi khalifah dan memakmurkan bumi.

Allah meletakkan kearifan di hati manusia, jauh di sudut nuraninya. Tapi Allah Mahakreatif. Barangsiapa yang senantiasa membersihkan hati, maka nuraninya akan membias segenap inderanya, memberi pencerahan hingga dia dapat membaca setiap tanda dan pelajaran yang diletakkan Tuhan di alam semesta.

Dan pencerahan itu akan membawanya pada kesadaran hakiki tentang tugas penciptaanya di bumi.

Maka dari itu, Audi...

Terbanglah seperti burung-burung. Sebarkan biji-biji ini ke segenap penjuru bumi Allah. Jadikan bumi kembali hijau, racun-racun diserap stomata. Air terjaga di bawah akar yang kokoh. Burung kembali bernyanyi, kearifan membunuh ketamakan. Pemikiran akan kehidupan masa depan mengalahkan keserakahan hari ini. Generasi lebih peduli, langit kembali biru, laut kembali tenang, bumi menjadi hunian yang nyaman bagi para makhluk, dan malaikat menyetujui keputusan Tuhan yang telah menunjuk manusia sebagai khalifah sebab manusia memiliki akal yang sehat dan hati yang bersih untuk memakmurkan bumi.

Mataku membasah embun. Serombongan gelatik kembali mematuki ujung gaunku. Jauh di sudut hatiku terpatri sebuah janji pengantin, bahwa aku dan Pemberani akan terbang menyemaikan biji-biji kearifan ini ke segenap penjuru bumi, agar semesta kembali hijau dan burung-burung kembali bernyanyi.

“Tiadalah bagi seorang muslim yang menanam pohon atau tanaman yang kemudian dimakan burung, manusia atau binatang, kecuali baginya termasuk sedekah.” (Al-Hadist).***





Untuk Audi & Haidar: Sayangi bumi, Nak.


[Dimuat di Annida No. 06/Februari 2008]





COMMENTS

BLOGGER: 1
Loading...
Nama

Akhlak Islam Artikel Hikmah Artikel Islami Menarik Cerita Renungan Inspiratif Contact ME Exchange Dofollow Links Falsafah Kehidupan Filosofi Kang Robby Ideologi Keberagaman Kajian Islam Modern Kang Robby Kata Mutiara Islam Kata-Kata Hikmah Kitab Klasik Pengembangan Diri Puisi Cinta Terbaru Puisi Inspiratif Puisi Islami Inspiratif Puisi Religi Ulama Klasik
false
ltr
item
Blog Kang Robby: Gadis Bergaun Hijau Toska
Gadis Bergaun Hijau Toska
Blog Kang Robby
http://robbie-alca.blogspot.com/2008/05/gadis-bergaun-hijau-toska.html
http://robbie-alca.blogspot.com/
http://robbie-alca.blogspot.com/
http://robbie-alca.blogspot.com/2008/05/gadis-bergaun-hijau-toska.html
true
3328551387479627982
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy