Blog Kang Robby - Tatkala kita berada di depan cermin, marilah kita bercermin dengan bertanya pada diri kita. “Hey wajah, apakah engkau...
Blog Kang Robby -
Tatkala kita berada di depan cermin, marilah kita bercermin dengan bertanya pada diri kita. “Hey wajah, apakah engkau ini kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana? Atau malah engkau ini akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?”
Lalu, tatap mata kita, seraya bertanya, “Hei mata, apakah engkau ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah Yang Maha Agung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah SAW, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah engkau ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, dan meleleh ditusuk baja membara? Akankah engkau yang seringkali terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?”
Tanyalah mulut kita ini, “Apakah mulut ini yang diakhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayyibah, Laa ilaaha illallaah? Ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur julur, menjadi pemakan buah zaqum yang getir menghanguskan, dan menghancurkan setiap usus? Atau menjadi peminum lahar dan nanah yang panas membara?
Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini…?”
“Wahai mulut, apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang… Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan! Betapa banyak hati yang remuk dengan pisau kata katamu yang mengiris tajam! Berapa banyak kata kata manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?”
Berdialoglah dengan diri ini, “Hai… kamu ini anak sholeh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Tetapi, apa yang telah engkau berikan kepada keduanya, selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya? Tidak tahukah engkau, betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk yang tidak tahu membalas budi!”
“Wahai tubuh, apakah engkau kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka cita, bercengkerama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar jahannam, yang akan terus terasa tanpa ampun, memikul derita tiada akhir?”
“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang orang yang engkau dzalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?”
“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam kotoran-kotoran yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”
Lalu ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh, apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan? Berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini?”
“Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dijalan kebenaran? Bandingkanlah dengan yang engkau gunakan untuk memenuhi selera rendah hawa nafsumu!”
“Apakah engkau ini shalih atau shalihah seperti yang engkau tampakkan? Khusyukkah shalatmu, dzikirmu, do’amu? Ikhlaskah engkau melakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah engkau ini menjadi makhluk “riya” tukang pamer?”
Sungguh! Betapa banyak perbedaan antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh ‘topeng’? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah ‘topeng’, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus ‘topeng-topeng’ duniawi .
Wahai sahabat sahabat sekalian… Sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini. Semoga kita dikaruniai hati yang istiqamah (selalu lurus) di atas kebenaran, dan semoga kelak kita kembali kepada Allah membawa qalbun saliim, hati yang selamat. Aamiin. Wallahu ‘alam bish shawab.
Sumber: Menggapai Qolbun Saliim - Bengkel Hati Menuju Akhlak Mulia
Tatkala kita berada di depan cermin, marilah kita bercermin dengan bertanya pada diri kita. “Hey wajah, apakah engkau ini kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana? Atau malah engkau ini akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?”
Lalu, tatap mata kita, seraya bertanya, “Hei mata, apakah engkau ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah Yang Maha Agung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah SAW, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah engkau ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, dan meleleh ditusuk baja membara? Akankah engkau yang seringkali terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?”
Tanyalah mulut kita ini, “Apakah mulut ini yang diakhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayyibah, Laa ilaaha illallaah? Ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur julur, menjadi pemakan buah zaqum yang getir menghanguskan, dan menghancurkan setiap usus? Atau menjadi peminum lahar dan nanah yang panas membara?
Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini…?”
“Wahai mulut, apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang… Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan! Betapa banyak hati yang remuk dengan pisau kata katamu yang mengiris tajam! Berapa banyak kata kata manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?”
Berdialoglah dengan diri ini, “Hai… kamu ini anak sholeh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Tetapi, apa yang telah engkau berikan kepada keduanya, selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya? Tidak tahukah engkau, betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk yang tidak tahu membalas budi!”
“Wahai tubuh, apakah engkau kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersuka cita, bercengkerama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar jahannam, yang akan terus terasa tanpa ampun, memikul derita tiada akhir?”
“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang orang yang engkau dzalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?”
“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam kotoran-kotoran yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”
Lalu ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh, apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan? Berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini?”
“Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dijalan kebenaran? Bandingkanlah dengan yang engkau gunakan untuk memenuhi selera rendah hawa nafsumu!”
“Apakah engkau ini shalih atau shalihah seperti yang engkau tampakkan? Khusyukkah shalatmu, dzikirmu, do’amu? Ikhlaskah engkau melakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah engkau ini menjadi makhluk “riya” tukang pamer?”
Sungguh! Betapa banyak perbedaan antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh ‘topeng’? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah ‘topeng’, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus ‘topeng-topeng’ duniawi .
Wahai sahabat sahabat sekalian… Sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini. Semoga kita dikaruniai hati yang istiqamah (selalu lurus) di atas kebenaran, dan semoga kelak kita kembali kepada Allah membawa qalbun saliim, hati yang selamat. Aamiin. Wallahu ‘alam bish shawab.
Sumber: Menggapai Qolbun Saliim - Bengkel Hati Menuju Akhlak Mulia