Blog Kang Robby - Berjuta kegalauan mendera di lubuk hati perempuan itu. Tertatih ia melangkah. Jauhnya jarak, panasnya perjalanan, t...
Blog Kang Robby -
Berjuta kegalauan mendera di lubuk hati perempuan itu. Tertatih ia melangkah. Jauhnya jarak, panasnya perjalanan, tidak ia pedulikan. Harapannya hanya satu. Ia ingin pulih. Kepulihan yang membuatnya ringan dalam beribadah. Kesembuhan yang dapat mengakhiri risaunya selama ini.
Untuk itu, satu pintu yang ia tuju. Pintu rumah lelaki paling mulia. Pintu RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam.
"Ya Rasulullah, aku mohon kepadamu, doakanlah aku agar terbebas dari penyakit ini," demikian pintanya.
RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam tersenyum dan menjawab, "Sungguh, jika engkau mampu untuk bersabar dalam derita penyakitmu ini, maka balasan bagimu adalah syurga ..."
"Akan tetapi jika engkau tidak dapat bersabar, aku dapat saja meminta kepada Allah agar Ia berkenan menyembuhkanmu," ucap RasuluLlah.
Mendengar syurga yang dijanjikan kepadanya, perempuan itupun bergegas menyahut, "Aku siap untuk bersabar Ya RasuluLlah ..."
RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam pun mengangkat kedua tangannya. Berdo'a kepada Allah, agar aurat perempuan itu tak pernah lagi tersingkap saat ia sakit.
*******
Kisah yang menggetarkan ini, ditulis oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahih-nya. Keduanya meriwayatkan kisah ini dengan jalur sanad yang bersumber dari sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyaLlahu 'anhuma.
Ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari kisah ini. Syaikh Salim ibn I'ed al-Hilali dalam kitab Bahjatun Nazhirin menyebutkan setidaknya lima pelajaran dalam hadits ini.
Namun dalam tulisan ini saya hanya ingin mengangkat satu saja hikmah dari kisah ini. Yaitu, betapa besarnya al-hayaaa' 'inda shohaabiyaat. Betapa besarnya rasa malu di kalangan para sahabat perempuan.
Begitulah. Karena besarnya kerinduan akan syurga, perempuan ini berkomitmen untuk tetap bersabar dalam deraan penyakitnya. Penyakit sejenis epilepsi yang dapat membawanya kapan saja untuk hilang kesadaran.
Meskipun ia mampu untuk bersabar menjalani hari-hari dalam kehidupannya dengan penyakit, ia menyimpan satu kecemasan. Cemas karena auratnya bisa saja tersingkap saat ia tak sadar. Untuk itulah ia memohon agar RasuluLlah berkenan mendoakannya agar auratnya tidak tersingkap.
Jika dalam keadaan tidak sadar saja, perempuan di masa RasuluLlah cemas bila auratnya tersingkap. Apatah lagi jika dalam keadaan sadar. Tentu lebih besar lagi rasa malu itu tertanam.
Sekarang, kemanakah rasa malu itu berada ....? Saat perempuan-perempuan berjalan setiap hari, dengan kesadaran penuh, hanya dilapisi pakaian berbahan minim.
Kemanakah rasa malu itu pergi hari ini... ? Saat foto-foto "manis" para "akhwat" muslimah tersebar di mana-mana ... Di dunia maya maupun di dunia nyata. Di tembok facebook maupun di tembok rumah dan pagar.
Masih adakah kerinduan pada syurga itu ...? Sebagaimana rindunya para shohabiyat. Kerinduan yang mengokohkan mereka untuk tetap bersabar dalam penderitaan. Tetap bersabar dalam keta'atan
Seringkali ada orang yang berfikir, "Tak apalah auratku terbuka sedikit ... Mudah-mudahan ini diampuni oleh Allah ... Toh, ini bukanlah perkara yang besar .. Kalaupun dosa, ini hanya lah dosa kecil ..."
Hmm, mungkin saja ini dosa kecil. Namun, dibalik dosa kecil itu ada aturan Sang Pencipta Langit dan Bumi yang telah kau langgar.
Benarlah ucapan seorang sholih yang berkata, "Jangan pernah kau pandang remeh dosa kecil yang kau lakukan. Tapi pandanglah Ia yang perintah-Nya telah kau langgar."
Wallahu a'lam bis showwab.
Oleh Muhammad Setiawan
Berjuta kegalauan mendera di lubuk hati perempuan itu. Tertatih ia melangkah. Jauhnya jarak, panasnya perjalanan, tidak ia pedulikan. Harapannya hanya satu. Ia ingin pulih. Kepulihan yang membuatnya ringan dalam beribadah. Kesembuhan yang dapat mengakhiri risaunya selama ini.
Untuk itu, satu pintu yang ia tuju. Pintu rumah lelaki paling mulia. Pintu RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam.
"Ya RasuluLlah," ujarnya. "Aku mengidap penyakit yang telah lama tak kunjung sembuh. Jika penyakitku itu menerpa, hilanglah kesadaranku. Aku bergerak-gerak tanpa dapat kukendalikan. Dalam ketidaksadaranku, seringkali tersingkap auratku."
"Ya Rasulullah, aku mohon kepadamu, doakanlah aku agar terbebas dari penyakit ini," demikian pintanya.
RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam tersenyum dan menjawab, "Sungguh, jika engkau mampu untuk bersabar dalam derita penyakitmu ini, maka balasan bagimu adalah syurga ..."
"Akan tetapi jika engkau tidak dapat bersabar, aku dapat saja meminta kepada Allah agar Ia berkenan menyembuhkanmu," ucap RasuluLlah.
Mendengar syurga yang dijanjikan kepadanya, perempuan itupun bergegas menyahut, "Aku siap untuk bersabar Ya RasuluLlah ..."
"Hanya satu saja yang mengganggu fikiranku saat ini. Jika kau berkenan doakanlah aku untuk satu hal saja. Auratku sering tersingkap saat aku diserang penyakitku. Karena itu pintaku hanya satu wahai utusan Allah. Mohonkanlah kepada Allah, agar auratku tidak tersingkap saat aku tidak sadar," ungkapnya lirih.
RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam pun mengangkat kedua tangannya. Berdo'a kepada Allah, agar aurat perempuan itu tak pernah lagi tersingkap saat ia sakit.
*******
Kisah yang menggetarkan ini, ditulis oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahih-nya. Keduanya meriwayatkan kisah ini dengan jalur sanad yang bersumber dari sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyaLlahu 'anhuma.
Ada banyak hikmah yang dapat kita petik dari kisah ini. Syaikh Salim ibn I'ed al-Hilali dalam kitab Bahjatun Nazhirin menyebutkan setidaknya lima pelajaran dalam hadits ini.
Namun dalam tulisan ini saya hanya ingin mengangkat satu saja hikmah dari kisah ini. Yaitu, betapa besarnya al-hayaaa' 'inda shohaabiyaat. Betapa besarnya rasa malu di kalangan para sahabat perempuan.
Begitulah. Karena besarnya kerinduan akan syurga, perempuan ini berkomitmen untuk tetap bersabar dalam deraan penyakitnya. Penyakit sejenis epilepsi yang dapat membawanya kapan saja untuk hilang kesadaran.
Meskipun ia mampu untuk bersabar menjalani hari-hari dalam kehidupannya dengan penyakit, ia menyimpan satu kecemasan. Cemas karena auratnya bisa saja tersingkap saat ia tak sadar. Untuk itulah ia memohon agar RasuluLlah berkenan mendoakannya agar auratnya tidak tersingkap.
Jika dalam keadaan tidak sadar saja, perempuan di masa RasuluLlah cemas bila auratnya tersingkap. Apatah lagi jika dalam keadaan sadar. Tentu lebih besar lagi rasa malu itu tertanam.
Sekarang, kemanakah rasa malu itu berada ....? Saat perempuan-perempuan berjalan setiap hari, dengan kesadaran penuh, hanya dilapisi pakaian berbahan minim.
Kemanakah rasa malu itu pergi hari ini... ? Saat foto-foto "manis" para "akhwat" muslimah tersebar di mana-mana ... Di dunia maya maupun di dunia nyata. Di tembok facebook maupun di tembok rumah dan pagar.
Masih adakah kerinduan pada syurga itu ...? Sebagaimana rindunya para shohabiyat. Kerinduan yang mengokohkan mereka untuk tetap bersabar dalam penderitaan. Tetap bersabar dalam keta'atan
Sungguh benarlah sabda RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam, "al-hayaa-u minal iimaan ..." Rasa malu itu adalah sebagian dari iman. Kalau rasa malu itu telah hilang, saatnya kita menjenguk hati kita. Masih adakah keimanan itu terpatri ? Masih adakah rasa takut kepada Allah tertanam ?
Seringkali ada orang yang berfikir, "Tak apalah auratku terbuka sedikit ... Mudah-mudahan ini diampuni oleh Allah ... Toh, ini bukanlah perkara yang besar .. Kalaupun dosa, ini hanya lah dosa kecil ..."
Hmm, mungkin saja ini dosa kecil. Namun, dibalik dosa kecil itu ada aturan Sang Pencipta Langit dan Bumi yang telah kau langgar.
Benarlah ucapan seorang sholih yang berkata, "Jangan pernah kau pandang remeh dosa kecil yang kau lakukan. Tapi pandanglah Ia yang perintah-Nya telah kau langgar."
Wallahu a'lam bis showwab.
Oleh Muhammad Setiawan