Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Beliau adalah Ahli Fiqih dan seorang sufi yang bermadzhab Syafi...
Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad.
Beliau adalah Ahli Fiqih dan seorang sufi yang bermadzhab Syafi'i.
Ghazali lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14
Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun). Imam Ghazali adalah Filsuf
dan teolog muslim Persia, didunia barat Ia dikenal sebagai Algazel.
Al-Ghazali adalah salah satu dari Ulama yang produktif menulis buku.
Semua pemikirannya dia abadikan dalam karya-karyanya yang cemerlang.
Sehingga, tak heran jika kalangan muslim sepakat memberinya gelar
sebagai Hujjatul Islam karena kemampuannya dalam berfikir dan kedalaman Ilmu yang dimilikinya.
Adapun keteladanannya dalam mengaplikasikan ajaran sufi bisa
kita lihat dari perjalan hidupnya, dimana Sang Imam sanggup Hidup dengan membebaskan diri dari segala kemewahan hidup demi mencari ilmu pengetahuan yang luas tanpa batas.
sebagai Hujjatul Islam karena kemampuannya dalam berfikir dan kedalaman Ilmu yang dimilikinya.
Adapun keteladanannya dalam mengaplikasikan ajaran sufi bisa
kita lihat dari perjalan hidupnya, dimana Sang Imam sanggup Hidup dengan membebaskan diri dari segala kemewahan hidup demi mencari ilmu pengetahuan yang luas tanpa batas.
Sebelum pengembaraannya dimulai, Al-Ghazali lebih dulu
mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami.
Pada tulisan kali ini saya tidak akan menyentuh karya Mistik Islam
Imam Al-Ghazali, begitu pula buku-bukunya seperti, "Al-munkidz mina adhalal",
"Ihya al-ulumuddin" dll.
mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami.
Pada tulisan kali ini saya tidak akan menyentuh karya Mistik Islam
Imam Al-Ghazali, begitu pula buku-bukunya seperti, "Al-munkidz mina adhalal",
"Ihya al-ulumuddin" dll.
Yang ingin saya kaji adalah tentang bagaimana Ilmu analoginya atau dalam bahasa arab adalah " Al-Qiyas " mampu memberikan nuansa berbeda dalam memahami hukum Islam, menggugah rasionalitas dalam berfikir dan menyebarkan khazanah islam klasik yang kreatif.
Qiyas atau dalam bahasa inggeris disebut "analogical reasoning" adalah sumber hukum Islam selain Al-quran, Hadist, dan Ijma.
Qiyas atau dalam bahasa inggeris disebut "analogical reasoning" adalah sumber hukum Islam selain Al-quran, Hadist, dan Ijma.
Diantara para Perumus istilah qiyas yang populer dikalangan Sarjana muslim adalah Imam Syafi'i yang menulis buku " Ar-risalah ", sebuah buku Usul-Fiqh yang menjadi dasar terbentuknya madzhab Syafi'i
dikemudian hari.
dikemudian hari.
Dalam kitabnya " Ar-risalah " Imam Syafi'i
dengan jelas mengatakan bahwa Ijtihad adalah Qiyas. Yang berarti
permasalahan baru yang tidak ada didalam Al-Quran dan hadist wajib ditempuh dengan metode qiyas tidak dengan metode lain.
Sebagai ulama kredibel dari madzhab syafi'i Imam Al-Ghazali sangat mengerti pentingnya penalaran ijtihad berbasis Qiyas bagi perkembangan madzhab syafi'i nantinya.
dengan jelas mengatakan bahwa Ijtihad adalah Qiyas. Yang berarti
permasalahan baru yang tidak ada didalam Al-Quran dan hadist wajib ditempuh dengan metode qiyas tidak dengan metode lain.
Sebagai ulama kredibel dari madzhab syafi'i Imam Al-Ghazali sangat mengerti pentingnya penalaran ijtihad berbasis Qiyas bagi perkembangan madzhab syafi'i nantinya.
Karena itu dengan pengaruh gurunya
Al-Juwaini, Ghazali mengembangkan metode penalaran hukum melalui Qiyas dengan terperinci dan sangat sistematis.
Dalam bukunya Asas Al-Qiyas ( Dasar Analogi ) Ghazali mengutarakan bahwa Qiyas tidak bisa terbebas dari elemen wahyu.elemen-elemen wahyu yang ada dalam Al-Quran dan Hadist merupakan dasar terbentuknya teori penalaran hukum Islam " Al-Qiyas ".
Diantara contoh qiyas, Dalam Al-Quran adalah Allah SWT hanya melarang
kita untuk mengatakan " Uffin " Atau Ah, kepada kedua orang tua.
Tetapi tidak ada pelarangan yang terumus secara textual seseorang dilarang untuk memukul orang tua. Nah, disinilah
kita bisa mengaplikasikan teori Qiyas.
Perkataan " Uffin " atau "Ahh" adalah " al-ashl " ( masalah utama dari Al-Quran )
Tindakan " Memukul, Menyakiti " orang tua adalah " Al-Far'u " ( Masalah cabang non wahyu) pelarangan berkata yang tidak baik seperti " uff " atau " Ahh ". ( Hukum masalah utama ) dan penyebab pelarangan seperti berkata yg tidak baik yg dapat menyakiti hati orang tua adalah ( Illat ).
Al-Juwaini, Ghazali mengembangkan metode penalaran hukum melalui Qiyas dengan terperinci dan sangat sistematis.
Dalam bukunya Asas Al-Qiyas ( Dasar Analogi ) Ghazali mengutarakan bahwa Qiyas tidak bisa terbebas dari elemen wahyu.elemen-elemen wahyu yang ada dalam Al-Quran dan Hadist merupakan dasar terbentuknya teori penalaran hukum Islam " Al-Qiyas ".
Diantara contoh qiyas, Dalam Al-Quran adalah Allah SWT hanya melarang
kita untuk mengatakan " Uffin " Atau Ah, kepada kedua orang tua.
Tetapi tidak ada pelarangan yang terumus secara textual seseorang dilarang untuk memukul orang tua. Nah, disinilah
kita bisa mengaplikasikan teori Qiyas.
Perkataan " Uffin " atau "Ahh" adalah " al-ashl " ( masalah utama dari Al-Quran )
Tindakan " Memukul, Menyakiti " orang tua adalah " Al-Far'u " ( Masalah cabang non wahyu) pelarangan berkata yang tidak baik seperti " uff " atau " Ahh ". ( Hukum masalah utama ) dan penyebab pelarangan seperti berkata yg tidak baik yg dapat menyakiti hati orang tua adalah ( Illat ).
Jadi bisa disimpulkan, Terjadi korelasi " Illat " Sebab Hukum antara pelarangan perkataan "uffin" atau "Ahh" dengan "memukul orang tua" karena itu, memukul orang tua dilarang begitu pula berkata yang tidak baik yang bisa menyakiti perasaan orang tua.
Sekarang sangat jelas bagi kita, Walaupun text Al-Quran tidak pernah menyebutkan perihal pemukulan terhadap orang tua,
bukan berarti Islam membenarkan pemukulan terhadap orang tua
tetapi sudah menjadi tradisi dalam berintraksi dengan text-text wahyu,
seorang muslim harus berfikir dan mengkaji setiap ayat hukum dan berupaya untuk merelevansi text-text wahyu dengan semangat zaman modern.
Jika Qiyas dalam madzhab syafi'i merupakan metode ijtihad yang maha penting dan tidak tergantikan, lain halnya dengan madzhab-madzhab lain. Dalam madzhab Maliki, para ulamanya seperti, Ibn Rusd, Al-Qarafi dan As-Syatibi. Mereka lebih cenderung menggunakan Teori " Maqasid Shariah " dan memperdalam kajian " Maslahah " dalam penalaran rasional madzhabnya.
Sekarang sangat jelas bagi kita, Walaupun text Al-Quran tidak pernah menyebutkan perihal pemukulan terhadap orang tua,
bukan berarti Islam membenarkan pemukulan terhadap orang tua
tetapi sudah menjadi tradisi dalam berintraksi dengan text-text wahyu,
seorang muslim harus berfikir dan mengkaji setiap ayat hukum dan berupaya untuk merelevansi text-text wahyu dengan semangat zaman modern.
Jika Qiyas dalam madzhab syafi'i merupakan metode ijtihad yang maha penting dan tidak tergantikan, lain halnya dengan madzhab-madzhab lain. Dalam madzhab Maliki, para ulamanya seperti, Ibn Rusd, Al-Qarafi dan As-Syatibi. Mereka lebih cenderung menggunakan Teori " Maqasid Shariah " dan memperdalam kajian " Maslahah " dalam penalaran rasional madzhabnya.
Lain halnya dalam Madzhab Hanafi, para ulamanya seperti, Al-Karhi, Al-Jassas berpendapat,
" Ijtihad tidak mesti harus melalui jalan qiyas, Qiyas hanyalah bagian dari metode ijtihad yang sama dengan metode-metode ijtihad lain seperti, Istihsan, al-maslahah, Al-istishab dan metode-metode penalaran rasional berbasis wahyu lainnya".
Ibn Hazm seorang ulama perumus madzhab " dzhahiriyah " adalah orang yang sangat
menentang penalaran rasional melalui Qiyas. Ibn hazm mengutarakan dalam bukunya
Ibn Hazm seorang ulama perumus madzhab " dzhahiriyah " adalah orang yang sangat
menentang penalaran rasional melalui Qiyas. Ibn hazm mengutarakan dalam bukunya
"Al-ikhkam fi Usuli Al-akhkam" bahwa metode Qiyas tidak dibutuhkan lagi
dalam menetapkan pengharaman minuman keras selain khamar. Beliau berpendapat
bahwa hadist sudah menjelaskan," Segala minuman yang memabukkan sedikit
atau banyak adalah haram". Dengan itu jika zaman sekarang kita menjumpai
berbagai bentuk minuman keras seperti, Wisky,Tuak, Bir, Wine Dll.
dalam menetapkan pengharaman minuman keras selain khamar. Beliau berpendapat
bahwa hadist sudah menjelaskan," Segala minuman yang memabukkan sedikit
atau banyak adalah haram". Dengan itu jika zaman sekarang kita menjumpai
berbagai bentuk minuman keras seperti, Wisky,Tuak, Bir, Wine Dll.
Tidak perlu lagi terlalu over mengkaji hukumnya, kita hanya perlu bertanya kepada diri kita adakah minuman ini memabukkan atau tidak?. Jika memabukkan haramlah minuman itu dan jangan pernah meminumnya, tapi jika tidak memabukkan kita bebas untuk meminumnya.
Jika kita melihat perbedaan Ulama-ulama klasik dalam menerapkan konsep ijtihad,
kita mendapatkan pesan yang signifikan dan penting dari perbedaan cara berijtihad
ulama-ulama klasik tersebut. Kita mengerti bahwa Imam Al-ghazali lebih condong kepada text-text wahyu dalam menetapkan sebuah hukum, sedangkan Ulama-ulama lain dari madzhab maliki seperti, As-syatibi
lebih tertarik dalam penalaran rasional melalui " maqasid shariah ", begitu pula Al-jassas dari madzhab
hanafi lebih tertarik dengan ijtihad melalui " Istihsan " dan yang terakhir Ibn Hazm lebih tertarik dengan penalaran rasional melalui text Al-Quran dan hadist dikolaborasikan dengan metode " Istishab ".
Begitulah tradisi pemikiran islam klasik yang sangat kaya akan perbedaan. Perbedaan bukan alasan untuk bermusuhan, bertikai dan saling mengkafirkan, tetapi perbedaan adalah fitrah yang membuat kita bisa saling melengkapi satu dengan lainnya.
Jika kita melihat perbedaan Ulama-ulama klasik dalam menerapkan konsep ijtihad,
kita mendapatkan pesan yang signifikan dan penting dari perbedaan cara berijtihad
ulama-ulama klasik tersebut. Kita mengerti bahwa Imam Al-ghazali lebih condong kepada text-text wahyu dalam menetapkan sebuah hukum, sedangkan Ulama-ulama lain dari madzhab maliki seperti, As-syatibi
lebih tertarik dalam penalaran rasional melalui " maqasid shariah ", begitu pula Al-jassas dari madzhab
hanafi lebih tertarik dengan ijtihad melalui " Istihsan " dan yang terakhir Ibn Hazm lebih tertarik dengan penalaran rasional melalui text Al-Quran dan hadist dikolaborasikan dengan metode " Istishab ".
Begitulah tradisi pemikiran islam klasik yang sangat kaya akan perbedaan. Perbedaan bukan alasan untuk bermusuhan, bertikai dan saling mengkafirkan, tetapi perbedaan adalah fitrah yang membuat kita bisa saling melengkapi satu dengan lainnya.
Semangat toleransi inilah yang semakin hilang dalam kajian hukum-hukum islam kontemporer dimana ada saja upaya "Takfir" kepada kelompok-kelompok yang berbeda pandangan dengan kelompok-kelompok mainstream lain dalam menetapkan sebuah hukum.
Waallahu A'lam Bissawab.
Kang Robby
Waallahu A'lam Bissawab.
Kang Robby