Akal adalah karunia Tuhan yang maha kuasa kepada umat manusia. Dengan akal, manusia mampu bergerak, berinovasi dan melakukan sejumla...
Akal adalah karunia Tuhan yang maha kuasa kepada umat manusia. Dengan akal, manusia mampu
bergerak, berinovasi dan melakukan sejumlah eksperimen sebagai alat untuk menunjang kemajuan sebuah teknologi. Dan akal yang dipadukan dengan kreatifitas akan menghasilkan kekuatan yang dahsyat: berbagai penemuan mutakhir Abad ini juga bermula dari pendayagunaan akal secara maksimal; Era Digital dan Era Era Media Sosial adalah bukti kongkrit dari kemampuan akal dalam menjelajah ruang dan waktu tanpa batas. Pada Tulisan ini Saya ingin mengajak untuk belajar mendayagunakan akal dengan baik.
Bagaimana cara mendayagunakan akal dengan baik? Berpikir Terbuka. Adapun maksud dari berpikir terbuka; sebagaimana Steve Job Pendiri Perusahaan Apple pernah mengatakan, " Stay Hungry, Stay Foolish". Tetaplah merasa lapar, tetaplah merasa bodoh. Orang yang merasa lapar, pasti berpikir dan berusaha menemukan cara untuk mengisi perutnya. Dengan begitu Ia akan mampu bertahan dari kelaparan yang bisa melenyapkannya, bahkan bisa saja membawanya dalam kematian. Begitu pula, Orang yang merasa bodoh sepanjang hidupnya. Ia pasti akan mendayagunakan akal dan mengeluaran segala potensi yang dimilikinya. Sangat berbeda, jika seorang merasa pintar dan tidak mau lagi belajar, seolah-olah otaknya sudah dipenuhi dengan ilmu pengetahuan, semua yang dikatakan orang lain demi kemajuan dirinya diabaikan, tidak ada lagi ruang di dalam alam pikir dan sadarnya untuk mencerna hal-hal baru yang bermanfaat.
Apa yang akan terjadi dalam hidup orang-orang ini? Kematian Jiwa. Pribadi-pribadi seperti ini ibarat "zombie" tidak berakal, perusak masyarakat dan akan binasa pada akhirnya. Walaupun pada dasarnya mereka masih hidup. Tapi sebenarnya mereka hanyalah sekumpulan makhluk yang berjalan dengan pikiran kosong, tatapan sayu; menunggu kematian.
Selain berpikir terbuka, salah satu cara effektif sebagai proses menuju pendayagunaan akal
secara maksimal adalah Berpikir Positif. Berpikir positif merupakan kewajiban seorang yang mendambakan kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Orang yang menjauh dari berfikir positif terhadap orang lain adalah orang yang sedang menunggu sebuah kegagalan hidup. Mari kita ambil contoh, Rika adalah seorang yang sangat berbakat dalam bermain piano, suatu hari Ia mendatangi sebuah audisi yang dihadiri seorang maestro piano ternama. Saat beberapa menit Rika memainkan alat musiknya, Sang Maestro terdiam memandangnya sejenak dan beberapa saat Ia langsung bergegas pergi senyap tanpa kata dari tempat audisi itu.
Rika yang telah mengetahui kepergian Sang Maestro merasa sedih dan memberhentian permainan alat musiknya. Beberapa tahun kemudian, Rika yang dahulu ingin menjadi musisi terkenal saat ini hanya bekerja di sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Pada suatu kesempatan, pihak perusahaan tempat dimana Rika bekerja mengundang sang Maestro Piano untuk mengisi sebuah acara musikal. Rika yang mengenal Sang Maestro itu ingin menemuinya dan bertanya sesuatu.
Waktu yang dinantikan Rika akhirnya datang juga. Rika pun bertanya kepada sang maestro itu,
" Mengapa Anda meninggalkan tempat Audisi saat saya baru memulai memainkan alat musik saya?
Sejelek itu kah penampilan Saya hingga Anda bergegas pergi meninggalkan penampilan Saya sebelum berakhir?". Ucap Rika dengan serius.
Sang Maestro yang tahu kemampuan Rika pun terkejut. Ia berkata, " Saya kira Anda telah menjadi pemain piano terbaik di kota Anda. Perlu Anda ketahui, Saya meninggalkan tempat audisi bukan karena penampilan Anda tidak bagus. Tapi seorang maestro tidak perlu melihat keseluruhan penampilan untuk melihat kehebatan peserta audisi. Jika Anda tidak menjadi pemaian piano terkenal sekarang, janganlah menyalahkan orang lain. Yang patut anda salahkan adalah diri Anda sendiri. Yang mendahulukan berpikir negatif atas berfikir positif terhadap diri anda dan orang lain".
Begitu besarnya peran berpikir positif dalam sebuah keberhasilan seseorang. Terkadang kita merasa bahwa kegagalan yang kita alami dalam hidup ini, akibat dari perbuatan-perbuatan tidak adil orang lain terhadap kita. Mungkin pada satu waktu kita diperlakukan secara tidakberkeadilan; dihianati, dicurangi dan dibohongi. Tapi, semua itu tidak bisa menjadi alasan untuk tidak berpikir positif terhadap diri kita sendiri. Apa pun yang diberikan kehidupan kepada kita haruslah dihadapi dengan semangat kepercayaan diri yang tinggi. Dengan itulah, kita akan bertahap menemukan jati diri kita sebenarnya;
pribadi yang tangguh, tidak cepat mengeluh dan senantiasa bersyukur kepada Tuhan yang maha Esa.
Pada bagian akhir dari Tulisan ini, Saya ingin mengkaji satu hadist Nabi saw "base on" berdasarkan mekanisme berpikir positif dan negatif serta apa implikasi dari kedua corak pemikiran ini bagi kehidupan umat beragama.
Nabi Muhammad saw pernah mengatakan,
" Man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum: siapa saja yang menyerupai suatu kaum/bangsa
maka dia termasuk salah seorang dari mereka (HR Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi)".
Hadist ini memuat 2 pendekatan berpikir. Pertama, Nalar positif dan Kedua, Nalar Negatif. Jika kita melihat hadist ini dengan pendekatan nalar positif. Maka, segala kekuatan, kemampuan bernalar yang kita miliki akan kita kerahkan seutuhnya untuk membentuk penalaran terhadap inti dari nilai-nilai hadist ini dengan berpikir positif; Orang yang bernalar positif, dalam menyikapi hadist ini cenderung mencari "advantages" manfaat-manfaat yang bisa dikembangkan untuk diri kita. Terkhusus saat memaknai hadist ini. Kita diperbolehkan mengikuti tradisi, adat-istiadat, dan "style" gaya berprilaku. kelompok asing "al-ajnabi" selama bisa mengaplikasikannya secara beradab dalam kehidupan masyarakat kita.
Dunia sudah berubah. Dan kita harus siap menerima perubahan itu: dengan membuka pikiran, bersaing bebas, terjun kedalam persaingan intelektual global. Jika kita menutup diri, tidak mahu melihat nilai-nilai positif; kearifan lokal dari bangsa-bangsa tertentu, kita akan menjadi bangsa yang tertinggal jauh dari denyut nadi peradaban abad ke-21.
Adapun pendektan kedua dari hadist ini mengedepankan Nalar Negatif. Sehingga mereka menganggap segala tradisi, adat-istiadat, gaya berprilaku yang merupakan produk bangsa tertentu selain Islam harus di hindari dan dienyahkan dari kehidupan beragama. Mengapa?
Bagi mereka "penyerupaan" bersifat negatif yang pada akhirnya mengarah pada suatu hal yang merusak moralitas orang beriman.
Sebagai penulis, Saya melihat kecenderungan berpikir positif mulai memudar di dalam masyarakat kita. Khususnya dalam ruang lingkup kehidupan orang beriman. Banyak orang Islam yang melihat "prophetic wisdom" pesan kenabian; hadist-hadist, riwayat-riwayat Nabi saw dengan krangka nalar negatif. Tanpa melihat aspek positif dari ayat-ayat dan hadist-hadist yang ada. Ini adalah dampak terburuk dari kejumudan dalam berpikir dan kemunduran dalam mengembangkan nalar yang benar.
Salah satunya adalah budaya "takfir", penyesatan terhadap kelompok, etnis dan golongan tertentu.
Terlebih budaya "takfir" saat ini sering sekali digaungkan oleh orang-orang yang "bermakeup"
simbol agama. Mungkin orang-orang ini lupa jika Nabi saw pernah mengatakan,
" Dan ditanya Asy-Syaykh Abu Bittin tentang orang yang meriwayatkan: "Man kaffara musliman faqad kafar, siapapun yang mengkafirkan seorang muslim maka dia telah kafir", maka dia menjawab: Tiada asal bagi lafaz ini pada apa yang kami ketahui dari Nabi, dan sesungguhnya yang diketahui: Siapapun yang mengatakan kepada saudaranya: Ya kafir, maka kembali dengannnya kepada salah seorang dari mereka berdua. Al-Mukhtasar Al-Mufid Fi `Aqa'idi A'immati t-Tawhid (1/387)"
Mari kita kembali kepada akal sehat dengan mendayagunakan akal secara maksimal. Hanya dengan itu kita akan mampu bersaing menghadapi tantangan global pada abad ke-21 ini. Kita harus mulai meninggalkan persoalan-persoalan "debat kusir" masalah "furuiyah" yang tidak sedikitpun membantu dalam proses pengembangan intelektual kita. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini, yang perlu kita lakukan adalah mempersatukan tujuan untuk membentuk peradaban manusia yang lebih baik dan beradab bagi generasi-generasi yang akan datang.
Robby Andoyo