Beragama di Era Modern

Era Modern adalah zaman dimana manusia memilih cara hidupnya sendiri; yang tidak terikat oleh dogma agama, ilusi-ilusi kosong dan pandan...



Era Modern adalah zaman dimana manusia memilih cara hidupnya sendiri; yang tidak terikat oleh dogma agama, ilusi-ilusi kosong dan pandangan-pandangan tentang kehidupan yang menyesatkan. Manusia dengan kemampuan akalnya pasti mampu membedakan perbuatan baik dan buruk. Tapi, akal saja tidak cukup untuk menyelesaikan problematika dalam kehidupan yang kompleks dan penuh dinamika. Karena itu dalam diri manusia Allah menganugrahkan "ad'zauq" Perasaan. "Soul" Jiwa. "kalbu" Hati. Walaupun alat teknologi mutakhir belum bisa memprediksi secara tepat apa yang dimaksud "kalbu" yang ada dalam kitab suci. Tapi, melalui kesadaran "sense", "feeling" kita mampu memahami gejolak batin dalam diri kita. Inilah peran agama dalam kehidupan manusia: memperluas kemampuan "ad'zauq" perasaan, sebagai pendidik akal agar akal tidak melakukan tindakan bodoh yang bisa menghancurkan eksistensinya sendiri.

Tulisan ini bertujuan untuk membuka cakrawala berpikir kita terhadap kecenderungan beragama manusia modern. Atau lebih tepatnya, yang saya akan bahas adalah langkah-langkah jitu yang bisa dimanfaatkan untuk menuju kemajuan dalam beragama di era modern.

Pertama, Totalitas Iman ( Tauhid Kaffah )

Beragama harus dimulai dengan mengenal Tuhan secara total. Dalam ajaran Islam, hal ini dinamakan
"Tauhid" Pengesaan Tuhan. Tertera dalam Al-quran:

1 Qul huwa Allahu ahad
2 Allah hu samad
3 Lam yalid wa lam yulad
4 Wa lam yakun lahu kufuwan ahad

Surah Al-Ikhlas ini memuat pesan penting tentang ketuhanan dan ketauhidan. Orang yang memiliki
tingkat keimanan yang tinggi dan maksimal, tidak akan pernah "galau", "baper". Lemah iman hanya
karena kritik tajam terhadap agama mereka. Banyak orang beragama tertentu yang melihat agama lain dengan pandangan "kesesatan" seolah-olah apapun yang dilakukan umat beragama yang berbeda dari kelompoknya adalah kesia-siaan dan pasti berakhir di Neraka. Ini adalah pandangan yang keliru yang harus dibenahi.

" Suatu pandangan keridhaan ( Positivism ) kepada orang lain
akan berujung pada pengakuan terhadap kebaikannya, sementara
pandangan keburukan/kesesatan ( negativism ) kepada orang lain
pada akhirnya akan memupuk kedengkian dan kebencian yang abadi " (Pepatah Arab).


Adapun yang dimaksud "pandangan kesesatan" terhadap pihak lain: mengupayakan agama yang dianutnya agar selaras dengan nalar;akal. Tapi disisi lain memvonis ajaran agama lain tidak mempunyai dasar yang kuat untuk diimani (tidak logis). Padahal, konsep keimanan jika dibawa ke dalam ranah rasionalitas; pengesaan tuhan, iman kepada malaikat-malaikat,  perkara surga dan neraka, semua itu tidak bisa dibuktikan dengan nalar. Mengapa? karena kita hanya perlu mengimaninya saja, tanpa mencoba untuk menjangkaunya dengan akal dan nalar yang kita miliki apalagi melalui pendekatan, metode akademik tertentu.

Dengan kata lain, tidak ada namanya menalar yang gaib. Karena kegaiban adalah sesuatu yang kasat mata, tersirat dan tak bisa dinalar. Kegaiban hanya bisa dibuktikan dengan kepercayaan yang utuh terhadap kegaiban itu sendiri; begitulah konsep pengesaan Tuhan secara total.

Mari kita ambil contoh, Agama Islam sangat kritis terhadap segala bentuk praktik peribadatan yang menjadikan patung sebagai medium untuk beribadah.

Kiritik tajam Islam terhadap pemujaan berhala-berhala bangsa Quraish di masa lalu adalah wujud nyata dari penolakan Islam terhadap simbol-simbol peribadatan dalam agama. Dahulu, disekitar ka'bah dipenuhi patung-patung orang-orang Quraish. Bahkan sudah menjadi tradisi jahiliyah, orang-orang mengitari ka'bah tanpa busana (telanjang bulat). Ketika Islam sudah menguasai mekkah barulah patung, berhala-berhala itu disingkirkan dan di bentuklah proses peribadatan sesuai ajaran Islam seperti yang kita kenal saat ini dengan Ibadah Haji.

Ibrahim yang dikenal dalam kitab suci agama lain Abraham juga termasuk Nabi (utusan Tuhan) yang anti terhadap segala bentuk pemberhalaan. Patung bagi Ibrahim sangat bertentangan dengan konsep Pengesaan Tuhan. Inilah bentuk kemunduran berpikir bangsa jahiliyah pada masa kenabiannya.

Jika kita melihat kembali prosesi penghancuran berhala yang dilakukan Ibrahim; ada makna tersirat dan pesan substantif dari penghancuran patung-patung itu: Patung yang merupakan simbol tidak mewakili keimanan dan penghambaan kepada Sang Pencipta. Inilah usaha Ibrahim dan wujud nyata dari perang terhadap simbol yang sudah dituhankan. Hal ini dilakukan Ibrahim karena masyarakat agamis pada masa itu menjadikan kepercayaannya hanya sebagai aksesoris, perhiasan saja bukan sebagai kode etik, "core values" nilai inti untuk mewujudkan keadilan, kedamaian dan menuju perubahan kearah yang lebih baik. Masyarakat jahiliyah di masa itu telah melupakan esensi penting dari ajaran agama. Contohnya: tribalisme, sektarianisme dan sukuisme sangat kental dan mengakar erat di masyarakat jahiliyah.

Begitu pula, penindasan, kedzaliman pemimpin, praktik perbudakan yang menjamur dan mengalir deras bagaikan arus yang tak terbendung. Pemimpin yang seharusnya melindungi rakyatnya malah menindas yang lemah, menyengsarakan rakyatnya dan melakukan sejumlah kerusakan. Pada zaman itu tidak ada payung hukum yang bisa dijadikan kompas untuk menimbang hal-hal baik yang harus dilakukan dan perbuatan buruk yang harus dihindari. Jadi, penghancuran berhala hanya sebuah makna simbolis saja.

Sedangkan makna terpenting; substantif dari tindakan Ibrahim ialah totalitas dalam bertauhid, pengesaan Tuhan secara kaffah tidak terikat/tersandra oleh bayang-bayang semu dari dogma dan ajaran yang sesat.

Demikian pula, sebelum menuduh ajaran agama lain menyimpang. Misalnya kritik terhadap Agama Kristen yang menjadikan salib sebagai simbol keimanan dan agama mereka yang seolah-olah disembah di Gereja. Hendaklah kita berpikir, bisa saja mereka berkata, " Kalian orang Islam juga menyembah kotak hitam "ka'bah". Kita tentu akan membela diri dengan mengatakan, " ka'bah hanyalah simbol (wasilah) dalam menyembah Tuhan. Ia bukan Tuhan dan tidak akan pernah menjadi Tuhan yang disembah oleh orang Islam".

Begitulah orang-orang kristen, Salib hanya simbol dari ajaran agama, ia tidak mewakili keimanan utuh kepada Tuhan. Sebagai orang beragama dan beriman, hanya kita sendiri yang tahu kadar kepercayaan kita kepada Tuhan. Bukan orang lain. Boleh saja orang menuduh kita sesat, tapi tidak ada yang tahu pasti pandangan Tuhan terhadap keimanan kita. Dalam ajaran Islam, keimanan harus diikrarkan dengan lisan. diresapi melalui hati dan diaplikasikan dengan tindakan ('amal biljawarih). Artinya, Keimanan harus terikat oleh ketaatan, ketaqwaan dan kedekatan seorang dalam mengenal Tuhan-Nya. Ini adalah harga mati yang wajib dilaksanakan seorang yang berislam. Yang permasalahan adalah ketika kita mencoba membuli, mendeskreditkan, merendahkan ajaran agama lain dengan sebutan agama yang tidak logis, sementara agama yang kita anut masih bersandar pada perasaan; keimanan tanpa melibatkan nalar untuk membuktikan keberadaan Tuhan.

Kedua, Menjauhi Pemberhalaan Terhadap Simbol.

Pada poin pertama dalam artikel ini, saya sudah sedikit menerangkan tentang makna substantif dari sebuah simbol dan korelasinya terhadap orang beragama di Era modern.

Saya juga pernah menulis tentang "perbudakan di era modern" sebuah tulisan yang berupaya "melampaui batas" dalam arti positif: reinterpretasi "penafsiran ulang" ayat-ayat perbudakan.
Baru-baru ini Seorang Da'i kondang dengan penuh retorika yang dinamis; berceramah di depan ribuan jamaahnya, Dia berkata  bahwa praktik ulang tahun dengan meniup lilin adalah budaya sesat dan menyesatkan. Budaya ini tidak berasal dari ajaran Islam dan identik dengan praktik peribadatan agama majusi yang menyembah api. Begitu pula, pemakaian atribut ulang tahun. Seperti topi kerucut juga sangat jauh dari semangat keislaman. Bahkan, Sang Da'i berkata, "meniup lilin adalah budaya yang sangat jauh dari Islam, mungkin  ada yang menuduh saya munafik karena tidak mungkin seseorang tidak pernah meniup lilin semasa hidupnya, Saya katakan. Saya memang pernah meniup lilin. Tapi hanya pada waktu mati lampu, tidak untuk merayakan hari ulang tahun". Lucu memang. Tapi kelucuan yang dibarengi dengan upaya mengesampingkan nalar berpikir yang logis terkesan hambar (untuk tidak mengatakan kurang membaca realitas zaman). Jika merayakan Ulang Tahun bisa membuat orang beriman "bengkok" Aqidahnya. Sungguh betapa rapuhnya Iman dan ketauhidannya.

Tidak ada hubungan antara menuip lilin saat merayakan Ulang Tahun dan Aqidah seseorang. Kecuali jika orang tersebut adalah bagian dari golongan orang-orang yang menyamakan simbol
dengan Tuhan. Tentu pemikiran seperti ini sangat tidak tepat dan keliru.

Pada suatu hari Muhammad saw melintasi pemakaman; ada dua kuburan yang penghuninya
sedang disiksa malaikat: pertama, disiksa karena dosa gibah ( menjelek-jelekkan orang lain )
dan kedua, disiksa karena dosa tidak membersihkan kencing. Lalu Nabi memohonkan ampunan
untuk kedua penghuni kubur tersebut dengan cara meletakkan pelepah kurma yang baru
di atas kedua kuburan.


"Tuhan akan mengampuni dosa keduanya selagi pelepah kurma itu masih basah," kata Nabi saw.

Doa Nabi Muhammad dalam hadist ini adalah makna substantif, sedangkan pelepa kurma hanyalah makna simbolis yang bisa berubah seiring zaman berganti. Dalam tradisi Indonesia, biasanya makam seseorang ditaburi dengan bunga rampai dan air mawar. Hal-hal seperti ini hanyalah simbol saja. Sedangkan makna substantif tetaplah Doa seseorang untuk si mayit. Walaupun doa termasuk bagian dari Ibadah, tapi doa tidak termasuk ibadah (mahdlah):  sudah ditentukan syarat dan rukunnya seperti dicontohkan dan diperintahkan Nabi saw. Demikian pula lilin dalam perayaan Ulang Tahun tidak bermakna mengikuti ajaran substantif Agama Majusi, budaya barat atau nonmuslim.

Tapi, Lilin hanyalah produk profan dari sebuah budaya, adat dan tradisi yang tidak ada kaitannya dengan AQidah seseorang. Begitu banyak orang yang sampai saat ini, belum bisa membedakan mana wilayah aqidah dan mana wilayah muamalah, tradisi yang terus berubah seiring zaman berganti.

Ketiga, Menjauhi Politisasi Agama; Doa

Agama dan ambisi politik adalah 2 kutub yang berbeda. Agama yang memuat pesan, ajaran sakral
kepada Tuhan dan berorientasi pada ketauhidan. Tapi,  ambisi politik yang kita kenal selama ini berpusat pada poros kepentingan dan segala nilai yang bisa diambil untuk mewujudkan "power" kekuasaan. Bukan berarti kita tidak bisa membawa sepenuhnya ajaran agama ke dalam ranah perpolitikan.

Tapi kita harus mengerti ajaran seperti apa yang bisa kita bawa dalam berpolitik. Nilai-nilai moral yang merupakan pokok penting dari ajaran agama layak dijadikan medium dalam berpolitik.

Tapi semangat beragama yang berlebih-lebihan dan fanatisme akan merusak jika dijadikan alat dalam berpolitik. Bahkan bisa dikatakan, orang yang merasa religius akan melupakan kereligiusannya
jika Ia membawa-bawa fanatisme golongannya dalam berpolitik.

Salah satu contoh kekinian dari bentuk politisasi agama ada pada "politisasi doa" yang dilakukan oleh seorang yang berasal dari partai yang berasaskan gerakan perlawanan Islam. Pada acara kenegaraan Ia berani melakukan "politisasi doa". Berdoa agar presiden semakin gemuk, tidak kurus seperti sekarang agar kuat menjalankan tugas kenegaraan.

Begitu pula, Ia juga mengatakan wakil presiden sudah tua. Tidak perlu sebenarnya berdoa seperti itu.
Doa haruslah steril dari praktik politisasi hanya karena kita bersebrangan dalam pandangan politik.
Doa sebagai wujud komunikasi terhadap Tuhan harus terhindar dari kepentingan politik dan fanatisme golongan.

Sebagai penutup dari tulisan ini, mari kita beragama dengan baik di Era Modern. Tidak ada istilah mencampuradukkan agama jika kita memiliki Iman yang kuat kepada Tuhan. Beragamalah dengan Ilmu keyakinan yang tidak bisa goyah hanya karena kritik orang lain terhadap agama kita.

Semoga Bermanfaat

Robby Andoyo

COMMENTS

BLOGGER
Nama

Akhlak Islam Artikel Hikmah Artikel Islami Menarik Cerita Renungan Inspiratif Contact ME Exchange Dofollow Links Falsafah Kehidupan Filosofi Kang Robby Ideologi Keberagaman Kajian Islam Modern Kang Robby Kata Mutiara Islam Kata-Kata Hikmah Kitab Klasik Pengembangan Diri Puisi Cinta Terbaru Puisi Inspiratif Puisi Islami Inspiratif Puisi Religi Ulama Klasik
false
ltr
item
Blog Kang Robby: Beragama di Era Modern
Beragama di Era Modern
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRASSLK9kkSCEuC9Yzs5eJL8jEnUQiAC2nnd9dGEA-F157pR-kpKxLlqXYZIArToqCquyywM4E4ItHstLddwv-FE4qWU8yDt3LTYaXPRGRijmnTJePYnGBz2LcyePKxTHIPIND7Vlb3GA/s320/%255BTOLERANSI+BERAGAMA%255D+AYAH+YAHUDI%252C+IBU+KATOLIK%252C+ANAK+MEMILIH+ISLAM.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRASSLK9kkSCEuC9Yzs5eJL8jEnUQiAC2nnd9dGEA-F157pR-kpKxLlqXYZIArToqCquyywM4E4ItHstLddwv-FE4qWU8yDt3LTYaXPRGRijmnTJePYnGBz2LcyePKxTHIPIND7Vlb3GA/s72-c/%255BTOLERANSI+BERAGAMA%255D+AYAH+YAHUDI%252C+IBU+KATOLIK%252C+ANAK+MEMILIH+ISLAM.jpg
Blog Kang Robby
http://robbie-alca.blogspot.com/2017/08/beragama-di-era-modern.html
http://robbie-alca.blogspot.com/
http://robbie-alca.blogspot.com/
http://robbie-alca.blogspot.com/2017/08/beragama-di-era-modern.html
true
3328551387479627982
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy