Keterjebakan Tekstualisme: Kritik terhadap Paradigma Fiqh Imam al-Syafi’i dalam Konteks Politik Abbasiyah

  Keterjebakan Tekstualisme: Kritik terhadap Paradigma Fiqh Imam al-Syafi’i dalam Konteks Politik Abbasiyah Pemikiran Imam al-Syafi’...

 


Keterjebakan Tekstualisme: Kritik terhadap Paradigma Fiqh Imam al-Syafi’i dalam Konteks Politik Abbasiyah

Pemikiran Imam al-Syafi’i sering kali dipuji sebagai tonggak rasionalisasi hukum Islam. Namun di sisi lain, banyak kalangan menilai bahwa lahirnya teks monumental al-Risalah justru menjadi titik awal penutupan ruang kreativitas dalam ijtihad. Dalam upaya merapikan metodologi hukum, Syafi’i seakan memagari gerak akal dari kemungkinan yang lebih lentur, sebagaimana sebelumnya diwakili oleh madrasah ra’yu di Kufah dan madrasah amal di Madinah. Pendekatannya yang sangat tekstual dinilai sebagai respon politik dan intelektual terhadap situasi Abbasiyah yang menuntut sentralisasi otoritas keagamaan.

1. Latar Sosio-Politik Abbasiyah dan Tekanan terhadap Intelektualisme Fiqh

Pada masa awal Abbasiyah, kekuasaan membutuhkan legitimasi yang kuat dari kalangan ulama. Setelah gejolak politik Umayyah dan lahirnya berbagai mazhab pemikiran, pemerintah baru berusaha membangun sistem keilmuan yang terpusat dan dapat dikontrol. Imam al-Syafi’i hidup di tengah ketegangan antara kebebasan intelektual ulama independen dan hegemoni ideologis kekuasaan.

Abbasiyah dikenal mendorong stabilitas melalui formalisasi hukum dan ilmu kalam. Maka, keberanian berijtihad yang terbuka seperti pada masa Imam Abu Hanifah dianggap terlalu berisiko. Syafi’i, dengan gaya sistematisnya, menawarkan jalan tengah: merumuskan kerangka yang menundukkan seluruh aktivitas hukum pada otoritas teks Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kerangka politik, langkah ini memberikan manfaat ganda: memperkuat kepastian hukum agama sekaligus menundukkan perbedaan mazhab di bawah satu paradigma resmi.

Namun inilah titik yang dikritik banyak pemikir kontemporer. Syafi’i bukan sekadar membela teks, tetapi menjadikan teks sebagai satu-satunya jembatan menuju Tuhan. Padahal, madrasah sebelumnya mengajarkan bahwa teks hanyalah “tanda” yang menuntun manusia pada makna, bukan makna itu sendiri.

2. Tekstualisme Syafi’i: Rasionalisasi yang Membatasi Rasio

Dalam al-Risalah, Syafi’i menegaskan bahwa sumber hukum hanya ada empat: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Namun yang menarik adalah bagaimana ia menempatkan Sunnah hampir sejajar dengan Al-Qur’an, bahkan menolak kemungkinan hukum independen di luar keduanya. Baginya, setiap ijtihad harus berakar pada nash yang eksplisit atau pada analogi yang sahih.

Dengan paradigma itu, Syafi’i memutus tradisi amal ahl al-Madinah yang dijunjung tinggi oleh Imam Malik. Bagi Malik, praktik sosial umat di Madinah adalah cermin dari sunnah Nabi yang hidup dan kontekstual. Sementara bagi Syafi’i, otoritas itu harus dikembalikan pada teks tertulis, bukan tradisi sosial yang bisa berubah.

Pergeseran inilah yang membuat mazhab Syafi’i terlihat “tertutup”. Bukan karena ia menolak akal, tetapi karena ia mengikat akal agar tunduk total pada teks. Dalam istilah modern, ia menstrukturkan metodologi hukum Islam dengan sistem epistemik yang ketat, namun kehilangan fleksibilitas hermeneutis.

Dalil yang sering digunakan untuk mendukung pendekatan tekstual ini adalah:

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

“Katakanlah, bawalah bukti-buktimu jika kamu memang benar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 111)

Ayat ini dijadikan dasar oleh para ahli usul fiqh Syafi’iyyah untuk menuntut dalil eksplisit dalam setiap penetapan hukum. Namun, para ulama mazhab lain menilai bahwa ayat tersebut bersifat epistemik — ia menuntut bukti rasional dan kontekstual, bukan sekadar literal.

3. Perbandingan dengan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik

Imam Abu Hanifah hidup lebih awal, di tengah dinamika sosial Kufah yang plural dan sarat persoalan politik. Ia berani menafsirkan nash secara rasional, menggunakan qiyas secara luas, dan bahkan memanfaatkan istihsan — memilih solusi hukum yang lebih baik bagi kemaslahatan sosial. Pendekatan ini menandai keberanian untuk menempatkan akal sebagai partner teks, bukan lawannya.

Sementara itu, Imam Malik menekankan aspek historis dan sosial. Amal penduduk Madinah dianggap sebagai warisan otentik Nabi. Maka, hukum tidak boleh dipisahkan dari konteks hidup manusia. Dalam mazhab Malik, teks dan tradisi hidup berdialog secara natural.

Berbeda dengan dua tokoh tersebut, Imam al-Syafi’i menolak keduanya. Ia menganggap istihsan sebagai bentuk “legislasi manusia terhadap Allah”. Dalam al-Risalah ia menulis: “Barangsiapa ber-istihsan, maka ia telah membuat syariat baru.” Pandangan ini mencerminkan ketakutannya terhadap kebebasan interpretasi yang dapat memecah belah umat. Tetapi di sisi lain, hal ini juga menutup kemungkinan pembaruan hukum di masa depan.

Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa bahkan mengakui bahwa Syafi’i cenderung berhati-hati secara ekstrem terhadap akal, hingga batas yang kadang membatasi kemaslahatan. Sedangkan Ibn Qayyim al-Jauziyyah dari tradisi Hanbali menyebut: “Di mana ada keadilan, di sanalah syariat Allah ditegakkan.” Kalimat ini seakan menjawab kekakuan hukum yang tidak mampu lagi mengikuti zaman.

4. Dimensi Politik dalam Formulasi al-Risalah

Banyak sejarawan melihat bahwa munculnya al-Risalah tidak bisa dilepaskan dari proyek politik Abbasiyah untuk menertibkan otoritas agama. Sistem hukum yang terlalu cair dianggap berbahaya bagi stabilitas kekuasaan. Dengan mendirikan “mazhab nash”, Syafi’i berhasil memberikan kerangka metodologis yang memudahkan kekuasaan dalam mengontrol fatwa dan mengukur ortodoksi.

Dalam konteks ini, Syafi’i adalah pembaharu yang konservatif: ia mereformasi struktur hukum, namun sekaligus mengokohkan fondasi ketaatan terhadap teks dan negara. Hubungan simbiotik ini menjadikan mazhab Syafi’i mudah diterima oleh otoritas dan meluas ke berbagai wilayah kekuasaan Islam.

Sayangnya, konsekuensinya sangat besar: ruang kritik terhadap teks suci berkurang, sementara kreativitas fiqh yang kontekstual meredup. Ketika realitas sosial berubah cepat, hukum yang terlalu tekstual justru kehilangan daya hidupnya.

5. Reaksi Intelektual dan Warisan Hermeneutis

Para pemikir kemudian menilai bahwa tekstualisme Syafi’i hanyalah salah satu fase dalam sejarah ilmu Islam. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menyebutkan bahwa setelah masa Syafi’i, fiqh berkembang bukan melalui kreativitas, tetapi melalui kodifikasi. Ulama menjadi penjaga hukum, bukan penemu hukum. Tradisi berubah dari “ijtihad” menuju “taqlid”.

Ayat yang sejalan dengan kritik ini adalah:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“Mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, roh itu urusan Tuhanku, dan kamu tidak diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra [17]: 85)

Ayat ini menegaskan bahwa ilmu manusia bersifat terbatas. Maka, kebenaran hukum agama pun harus selalu terbuka terhadap reinterpretasi. Tekstualisme yang kaku justru bertentangan dengan semangat epistemologi Qur’ani itu sendiri, yang mengakui dinamika dan perubahan zaman.

6. Kritik Kontemporer terhadap Warisan Syafi’i

Para sarjana modern seperti Fazlur Rahman, Wael B. Hallaq, dan Muhammad Arkoun menilai bahwa sistem usul fiqh Syafi’i terlalu “tertutup” secara hermeneutik. Ia menciptakan jarak antara wahyu dan realitas, antara teks dan konteks. Fazlur Rahman menyebutnya sebagai “konservatisme metodologis” — di mana akal hanya berfungsi menegaskan makna literal, bukan menafsirkannya secara moral dan historis.

Dalam konteks ini, kritik terhadap Syafi’i bukanlah penolakan terhadap teks, tetapi pembelaan terhadap dinamika akal Islam. Al-Qur’an sendiri mengajak manusia untuk berpikir, merenung, dan menimbang.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an, ataukah hati mereka telah terkunci?” (QS. Muhammad [47]: 24)

Ayat ini menjadi dasar teologis bagi kebebasan berpikir. Dalam pandangan modern, tekstualisme Syafi’i perlu direvisi agar dapat selaras dengan semangat ayat tersebut: bukan hanya membaca teks, tapi menafsirkan dengan nalar terbuka.

7. Sintesis dan Relevansi untuk Era Modern

Kritik terhadap Imam al-Syafi’i tidak boleh dipahami sebagai upaya meruntuhkan tradisi, melainkan untuk menempatkan tradisi dalam perspektif yang lebih hidup. Fiqh Islam harus kembali berani membaca realitas dengan cara baru tanpa kehilangan akar nash. Jika Imam Abu Hanifah menggunakan qiyas dan istihsan untuk menyeimbangkan teks dan akal, dan Imam Malik menegaskan konteks sosial sebagai sumber hukum, maka era sekarang menuntut lahirnya metodologi baru yang mampu menampung kompleksitas dunia modern.

Realitas baru seperti bioteknologi, kecerdasan buatan, dan globalisasi nilai menuntut keberanian epistemik baru. Tekstualisme klasik tidak mampu menjawab itu semua kecuali melalui reinterpretasi yang dinamis. Semangat Syafi’i dalam menata hukum perlu dihidupkan kembali bukan sebagai doktrin, tetapi sebagai inspirasi intelektual untuk menertibkan nalar umat agar tetap ilmiah dan bertanggung jawab.

8. Penutup: Dari Tekstualisme ke Kesadaran Hermeneutik

Imam al-Syafi’i adalah figur monumental yang berjasa besar dalam mendirikan bangunan ilmu usul fiqh. Namun, setiap bangunan keilmuan memiliki konteks sejarah yang menentukannya. Tekstualisme Syafi’i adalah produk dari zaman yang membutuhkan kepastian, bukan fleksibilitas. Di masa kini, tantangannya justru sebaliknya: bagaimana menghadirkan Islam yang adaptif tanpa kehilangan otoritas wahyu.

Sejarah menunjukkan, setiap kali umat Islam terlalu memutlakkan teks tanpa membuka ruang bagi akal dan realitas, maka stagnasi akan terjadi. Fiqh menjadi dogma, bukan jalan pencarian kebenaran. Maka, mengkritik Syafi’i berarti melanjutkan semangat ijtihad — bukan melawannya, tetapi membebaskan kembali akal dari belenggu formalisme yang ia ciptakan tanpa sengaja.

“Mungkin, di masa depan, bukan manusia yang mencari makna dalam algoritma — tapi algoritma yang mencari makna tentang manusia.”

COMMENTS

BLOGGER
Nama

adab AI Akademik Jurnal Akhlak Islam Alam Semesta Algoritma Artikel AI Artikel dakwah Artikel Film Artikel Hikmah Artikel Islami Menarik Artikel Musik Artikel Reflektif Cerita Renungan Inspiratif Contact ME Ekonomi Islam Exchange Dofollow Links Falsafah Kehidupan Filosofi Kang Robby Filsafat Islam Filsafat Robby Fiqih Ibadah hukum Islam Humor Sufi Ideologi Keberagaman Islam Nusantara Jurnal Akademik Jurnal Dakwah Kajian Hadist Kajian Hadist Modern Kajian Islam Modern Kajian Sufistik Kang Robby Kang Robby 2025 Kata Mutiara Islam Kata-Kata Hikmah Kitab Klasik Mistik Islam Moralitas Neurosains Pemikiran Islam Pengembangan Diri Peradaban Puisi Cinta Terbaru Puisi Inspiratif Puisi Islami Inspiratif Puisi Religi Realitas Pesantren Revolusi Kesadaran Santri Modern spiritualitas Tasawuf Ulama Klasik Zikir Modern
false
ltr
item
Blog Kang Robby: Keterjebakan Tekstualisme: Kritik terhadap Paradigma Fiqh Imam al-Syafi’i dalam Konteks Politik Abbasiyah
Keterjebakan Tekstualisme: Kritik terhadap Paradigma Fiqh Imam al-Syafi’i dalam Konteks Politik Abbasiyah
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjd7IwicCPcJGwMaI1k5xbLcmRVGKNXU67MKsBtZpA7ryPoCfVsWBslyOD04S6U5ChVS1VsTnqSWhWyyIyGMDEeQN7WBV8eMLOn_x6TQO4GGuXOs4XLZjaryqdVgNjXMjAiJB2D7mTDvECVxIfwGSzT71x8_g7oDAJkDkMUx3a5HtHSuTMWRHtw_HpQJ8NV
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEjd7IwicCPcJGwMaI1k5xbLcmRVGKNXU67MKsBtZpA7ryPoCfVsWBslyOD04S6U5ChVS1VsTnqSWhWyyIyGMDEeQN7WBV8eMLOn_x6TQO4GGuXOs4XLZjaryqdVgNjXMjAiJB2D7mTDvECVxIfwGSzT71x8_g7oDAJkDkMUx3a5HtHSuTMWRHtw_HpQJ8NV=s72-c
Blog Kang Robby
https://robbie-alca.blogspot.com/2025/10/keterjebakan-tekstualisme-kritik.html
https://robbie-alca.blogspot.com/
https://robbie-alca.blogspot.com/
https://robbie-alca.blogspot.com/2025/10/keterjebakan-tekstualisme-kritik.html
true
3328551387479627982
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy