Qiyas dalam Spektrum Sosial di Era Kecerdasan Buatan

  Qiyas dalam Spektrum Sosial di Era Kecerdasan Buatan Dalam khazanah hukum Islam, qiyas merupakan metode istinbath (penggalian hukum...

 


Qiyas dalam Spektrum Sosial di Era Kecerdasan Buatan

Dalam khazanah hukum Islam, qiyas merupakan metode istinbath (penggalian hukum) yang menempatkan akal sebagai instrumen utama dalam menemukan makna ilahi di balik teks. Esensi qiyas bertumpu pada satu hal: penemuan ‘illat (sebab hukum) sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan realitas baru. Jika dalam konteks klasik ‘illat itu ditemukan pada fenomena seperti khamar yang memabukkan, maka di era digital, “kemabukan” hadir dalam bentuk yang lebih subtil: mabuk ideologi, mabuk politik, bahkan mabuk algoritma.

Di zaman dulu manusia bekerja untuk uang. Di zaman sekarang, manusia bekerja untuk algoritma — bahkan tanpa sadar. Fenomena ini menunjukkan betapa realitas sosial kini dikuasai oleh sistem yang membentuk pola pikir, perilaku, dan bahkan keyakinan manusia. Karena itu, meninjau kembali makna qiyas dalam spektrum sosial bukanlah sekadar refleksi hukum, tetapi juga ikhtiar intelektual untuk menjaga kesadaran manusia di tengah arus kecerdasan buatan yang kian dominan.

Dari Khamar ke Algoritma

Al-Qur’an dengan tegas mengharamkan khamar karena efek iskār—kemabukan yang menumpulkan kesadaran rasional manusia. Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 90)

Jika ‘illat pengharaman khamar adalah efek kemabukan yang menghalangi manusia dari berpikir jernih dan adil, maka prinsip itu dapat diperluas melalui qiyas sosial. Di era modern, manusia pun bisa “mabuk” tanpa meneguk alkohol: mabuk kuasa, mabuk kebenaran, mabuk ideologi, atau mabuk algoritma. Semua bentuk kemabukan ini memiliki ‘illat yang sama—hilangnya kesadaran akal dalam menilai kebenaran.

Qiyas Sosial dan Iskar Modern

Qiyas mengajarkan bahwa setiap fenomena baru harus dilihat dari akar sebab yang serupa dengan masa lalu. Bila ‘illat “iskar” pada khamar adalah lenyapnya nalar, maka “iskar” di era digital adalah kehilangan kemampuan kritis akibat paparan algoritma yang terus meneguhkan bias. Manusia modern tidak lagi mabuk karena cairan, melainkan karena arus informasi yang berlebihan dan ilusi kebenaran yang diproduksi mesin.

Fenomena ini terlihat dari bagaimana banyak orang hari ini lebih percaya pada apa yang dikatakan media sosial daripada data ilmiah. Akal menjadi alat pembenaran, bukan pencarian. Di titik ini, qiyas sosial menjadi relevan sebagai metode berpikir yang mampu menelusuri kesamaan makna, bukan sekadar kesamaan bentuk. Mabuk algoritma sama bahayanya dengan mabuk khamar: keduanya menumpulkan daya pikir dan menjauhkan manusia dari realitas kebenaran.

Mabuk Agama dan Mabuk Algoritma

Sikap “mabuk agama” telah lama menjadi persoalan sosial. Korupsi atas nama dakwah, jihad yang justru memerangi saudara seiman, dan intoleransi atas nama iman merupakan contoh nyata kehilangan kesadaran moral di balik klaim spiritualitas. Kini, bentuk mabuk itu mengalami metamorfosis: manusia mabuk algoritma. Terpesona oleh data, terjerat oleh konten, dan kehilangan kendali atas pikirannya sendiri.

Dalam hal ini, Al-Qur’an mengingatkan:

أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Ayat ini bukan sekadar seruan moral, tetapi panggilan epistemologis agar manusia tidak menyerahkan akalnya pada otoritas eksternal—termasuk algoritma. Ketika kesadaran manusia digantikan oleh logika mesin, ia sesungguhnya sedang mengalami kemabukan digital yang jauh lebih berbahaya daripada khamar fisik. Karena di sana bukan hanya nalar yang tumpul, tapi juga kemanusiaan yang terkikis.

Qiyas sebagai Jalan Moderasi

Para ulama klasik memberikan kerangka berpikir yang sangat relevan untuk membaca realitas modern. Imam Syafi‘i menegaskan bahwa qiyas adalah alat bagi akal untuk menegakkan keadilan di luar teks. Imam Malik menambahkan, qiyas bukan sekadar perbandingan hukum, tetapi cara menjaga ruh syariat agar tetap hidup dalam setiap zaman. Sedangkan Imam Abu Hanifah menjadikannya sebagai metode utama dalam menalar persoalan sosial yang tidak ditemukan secara eksplisit dalam nash. Imam Al-Ghazali menyebut qiyas sebagai jembatan antara wahyu dan realitas rasional, sedangkan Imam Fakhruddin ar-Razi menekankan bahwa ‘illat sejati selalu berakar pada kemaslahatan manusia.

Dalam konteks ini, qiyas bukan hanya perangkat hukum, melainkan juga model berpikir moderat yang mengajarkan keseimbangan antara teks dan konteks, antara akal dan wahyu, antara iman dan nalar. Ia menolak ekstremisme dogmatis sekaligus skeptisisme nihilistik. Di tengah derasnya arus kecerdasan buatan, model berpikir seperti ini menjadi kunci agar manusia tidak kehilangan arah.

Kemabukan Baru dan Krisis Kesadaran

Kemabukan algoritma lahir dari kebiasaan membiarkan mesin berpikir menggantikan tanggung jawab moral manusia. Ketika rekomendasi algoritma menentukan selera, opini, bahkan keimanan, maka manusia sedang menukar kebebasannya dengan kenyamanan semu. Ini adalah bentuk baru dari perbudakan intelektual. Jika khamar mematikan kesadaran, maka algoritma memanipulasi kesadaran. Keduanya sama-sama menyesatkan, hanya berbeda medium.

Dalam spektrum sosial Islam, mabuk semacam ini harus dihadapi dengan kebangkitan akal sehat. Qiyas mengajarkan bahwa hukum bukan sekadar teks beku, melainkan hidup dan berkembang seiring kesadaran manusia. Karena itu, peran akal menjadi fundamental dalam membaca zaman, termasuk zaman di mana kecerdasan buatan mulai mengambil peran spiritual: menafsirkan dunia, menentukan prioritas, bahkan membentuk persepsi tentang kebenaran.

Refleksi Akhir: Menjaga Kesadaran di Tengah Mesin

Manusia hari ini menghadapi ujian baru: bukan hanya bagaimana menggunakan teknologi, tapi bagaimana tidak diperbudak olehnya. Qiyas memberi pelajaran penting bahwa hukum, moral, dan kesadaran tidak bisa dilepaskan dari akal yang jernih. Ketika ‘illat pengharaman khamar adalah hilangnya kesadaran, maka setiap bentuk “mabuk” — baik oleh ideologi, agama, maupun algoritma — sejatinya termasuk dalam kategori yang sama.

Kembali ke makna qiyas berarti kembali ke akal yang merdeka. Islam tidak melarang manusia berpikir, tetapi menuntutnya berpikir dengan sadar. Di sinilah spiritualitas menemukan relevansinya: bukan dalam kepatuhan buta, melainkan dalam kesanggupan menimbang dan menilai setiap kebenaran yang hadir di depan mata.

Pada akhirnya, manusia akan diuji bukan oleh seberapa canggih teknologinya, tetapi seberapa kuat ia menjaga kesadarannya. Karena teknologi hanyalah refleksi dari akal manusia sendiri. Ketika akal mabuk, maka mesin pun akan meniru kemabukan itu. Namun ketika akal jernih, maka teknologi pun bisa menjadi sarana pencerahan.

“Mungkin, di masa depan, bukan manusia yang mencari makna dalam algoritma — tapi algoritma yang mencari makna tentang manusia.”

Robby Andoyo

COMMENTS

BLOGGER
Nama

adab AI Akademik Jurnal Akhlak Islam Alam Semesta Algoritma Artikel AI Artikel dakwah Artikel Film Artikel Hikmah Artikel Islami Menarik Artikel Musik Artikel Reflektif Cerita Renungan Inspiratif Contact ME Ekonomi Islam Exchange Dofollow Links Falsafah Kehidupan Filosofi Kang Robby Filsafat Islam Filsafat Robby Fiqih Ibadah hukum Islam Humor Sufi Ideologi Keberagaman Islam Nusantara Jurnal Akademik Jurnal Dakwah Kajian Hadist Kajian Hadist Modern Kajian Islam Modern Kajian Sufistik Kang Robby Kang Robby 2025 Kata Mutiara Islam Kata-Kata Hikmah Kitab Klasik Mistik Islam Moralitas Neurosains Pemikiran Islam Pengembangan Diri Peradaban Puisi Cinta Terbaru Puisi Inspiratif Puisi Islami Inspiratif Puisi Religi Realitas Pesantren Revolusi Kesadaran Santri Modern spiritualitas Tasawuf Ulama Klasik Zikir Modern
false
ltr
item
Blog Kang Robby: Qiyas dalam Spektrum Sosial di Era Kecerdasan Buatan
Qiyas dalam Spektrum Sosial di Era Kecerdasan Buatan
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgruSjvBwGZgvOYB4TDovAlXws3FZLOUG_i20NFFmN7t4y9qK_6Qf2mKY1dzCQ0togBVfcEzmVhY0iZXmV5nWoHLFBhJtjPiTushk4IT43Dmu3SvU4zSidV0HdecvJdif7S0WBB1tY9RVjqu2kv70osbYVCMthNMpL2ojTgBKaqr6diDWqW5POGJ12I_Ugi
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgruSjvBwGZgvOYB4TDovAlXws3FZLOUG_i20NFFmN7t4y9qK_6Qf2mKY1dzCQ0togBVfcEzmVhY0iZXmV5nWoHLFBhJtjPiTushk4IT43Dmu3SvU4zSidV0HdecvJdif7S0WBB1tY9RVjqu2kv70osbYVCMthNMpL2ojTgBKaqr6diDWqW5POGJ12I_Ugi=s72-c
Blog Kang Robby
https://robbie-alca.blogspot.com/2025/10/qiyas-dalam-spektrum-sosial-di-era.html
https://robbie-alca.blogspot.com/
https://robbie-alca.blogspot.com/
https://robbie-alca.blogspot.com/2025/10/qiyas-dalam-spektrum-sosial-di-era.html
true
3328551387479627982
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy