Jika kita membaca sejarah peradaban Islam yang panjang dan memukau setiap peradaban, pastinya kita akan takjub dengan kecerdasan ...
Jika kita membaca sejarah peradaban Islam
yang panjang dan memukau setiap peradaban,pastinya kita akan takjub dengan kecerdasan
dan Ilmu yang dimiliki oleh Imam Ali yang agung.
Tulisan kali ini akan sedikit membuka cakrawala
befikir kita tentang karya agung Imam Ali RA
karya dari seorang yang kepadanya kunci setiap Ilmu
jika Nabi Muhammad adalah ibarat kota Ilmu yang artistik
maka Ali adalah kunci untuk membuka kota Ilmu artistik itu.
Nahj al-balagha adalah karya agung Imam Ali RA.
Didalamnya terdapat kumpulan pidato dan renungan
inspiratif tentang politik yang dikemas dengan
bahasa Indah yang akan membuat kita takjub.
Walaupun karya ini dikalangan sunni tidak terlalu populer,
tapi ilmu yang ada didalamnya bisa menggugah jiwa revolusioner kita.
Al-Harith al-Asytar pernah menjadi Gubernur Mesir.
Ketika itu, Imam Ali RA menulis surat nasehat untuk
sang gubernur, surat yang ditulis oleh Sang Imam
bukan surat biasa tetapi surat ini bisa dikategorikan
sebagai " Panduan politik " bagi politikus modern.
biasanya tulisan-tulisan politik ditulis dengan bahasa
yang membosankan, bengis, provokatif dan kering makna.
Tetapi jika kita membaca surat Imam Ali ini, bahasa
yang beliau tulisakan bisa memikat hati kita, seolah-olah
kita sedang membaca karya sufi dan ahli tasawuf
yang mampu membangkitkan kesucian ruh dan jiwa kita.
Imam Ali RA berkata, " Wahai malik al-Asytar, aku mengirim kamu
kesebuah negeri yang pernah mengalami pergantian keadilan dan tirani.
engkau akan dinilai sebagaimana engkau pernah menilai penguasa sebelum kamu.
Mereka juga berpendapat mengenai dirimu sebagaimana engkau berpendapat
mengenai para penguasa terdahulu".
Surat ini adalah Isyarat kepada Al-Asytar bahwa Mesir pernah mengalami
penindasan dari Bangsa Romawi dan Bizantium. Maka, imam Ali ingin
sekali mengatakan dengan makna tersirat, " Berlaku adillah, jujurlah
jangan pernah menindas rakyat atasnama apapun".
Imam Ali RA juga mengatakan, " Janganlah seorang penguasa
menjadi binatang buas kepada rakyatnya sendiri".
Binatang buas menempatkan dirinya mutlak sebagai
penguasa tanpa akal dan hati, sehingga apa yang dilakukannya
hanya untuk kepentingan diri sendiri. Begitu pula seorang Pemimpin
jika emosi mengalahkan akal sehat maka tidak ada bedanya pemimpin itu
dengan binatang buas yang merusak.
Diantara pengamatan Imam Ali RA yang sangat revolusioner
adalah ketika Dia mengamati kaum pedagang. Dia berkata:
" Pedagang adalah komunitas damai kecuali paktek penipuan
yang ada dalam perdagangan mereka" Pengamatan Imam Ali RA
ini ratusan tahun mendahuluhi pengamatan Montesquieu
tentang " The Spirit of law ". Dia berkata, " pedagangan
adalah sumber perdamaian bangsa-bangsa. Ketika suatu bangsa
terikat dengan perdagangan mereka akan saling ketergantungan
dan ini bisa menghindari peperangan".
Bagi Imam Ali RA politik tidak hanya soal merebut kuasa,
tapi politik adalah etika yang penuh dengan nilai-nilai
kemanusiaan Universal. Berpolitik bukan berarti kita harus
mengalahkan, melemahkan dan menghancurkan lawan. Tetapi
bagaimana cara kita agar mampu membuat perubahan kearah yang lebih baik.
Sahabat..
Adapun pesan yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini
adalah bagaimana kita seharusnya berpolitik. Jangan pernah
membawa Pemahaman partikular agama keranah politik.
Karena jika agama dibawa untuk berebut kuasa akan ada
sekelompok orang fanatik yang berkata, " engkau tidak memilih
kelompok kami, engkau bukan pembela Islam". Begitulah para fans
fanatik atau cheerleaders partai yang mencoba mengatasnamakan agama
untuk menjaring simpatisan garis keras dan konservatif secara pemikiran.
Mari kita buka mata hati kita, kita lihat apa yang terjadi di media social
atasnama golongan, kelompok, sekte, suku dan partai mereka seolah-olah
telah menjadi dewa untuk merendahkan orang lain, bahkan pemimpin sendiri
dihina secara tidak manusiawi, meme-meme bertebaran didunia maya kadang
begitu sadis dan tak wajar. Sampai kapan kita harus saling serang menyerang,
sampai kapan kita harus berdebat tanpa henti dan terlebih sampai kapan
kita menjadi orang yang rajin ibadah tapi belum bisa menjaga lidah.
Semoga kita bisa menjadi hamba yang baik, menghargai orang lain
sebagaimana kita menghargai diri sendiri. Berbuat baik kepada manusia,
sebagaimana kita berbuat baik untuk diri sendiri.
Wallahu A'lam.
