Agama Islam menempatkan moralitas pada posisi yang penting dalam ajarannya. Bahkan Rasulullah SAW diutus selain untuk mengajak manu...
Agama Islam menempatkan moralitas pada posisi yang penting
dalam ajarannya. Bahkan Rasulullah SAW diutus selain untuk
mengajak manusia untuk mengesakan Tuhan juga diutus sebagai
penyempurna adab umat Manusia. Khususnya adab bangsa Arab
pada masa itu yang berada pada titik terendah dalam sejarahnya.
Ketika Ajaran Islam berintraksi dengan gejala sosial di masalalu,
Seperti penyebutan kata " Kafir " bagi orang musrik yang menyakiti
orang muslim pada saat itu. Bukan berarti penyebutan kata "kafir"
bisa dengan mudah diutarakan pada jaman sekarang.
Selain kontek sosialnya berbeda, kata " kafir" adalah istilah
intenal dalam islam yang hanya bisa dibicarakan oleh kalangan muslim saja.
Bukan kata yang harus diumbar dan gaungkan demi sebuah kepentingan politik
dan emosi terhadap paham yang berbeda. Bahkan tidak sedikit dari kaum
yang dikenal dengan kaum bumi datar dan sumbu pendek yang dengan ringan
menyesat-nyesatkan bahkan mengkafirkan saudara seiman mereka.
Dalam Al-Quran orang Yahudi dan nasrani disebut ahlul kitab
yang bermakna orang yang diberi Kitab oleh Allah SWT. Walaupun
antra Islam dan ajaran nasrani terjadi perbedaan pandangan teologikal,
hal itu tidak bisa serta merta menjadi pembenar orang Islam untuk
teriak sekencang kencangnya "kafir" kepada non muslim. Mengapa?
karena pemakaian istlah "kafir" sifatnya sangat kontekstual seperti
kepantasan zaman dimasa lalu, zaman dimana peperangan dan perpecahan
antar agama menjadi suatu yang biasa terjadi.
Jika Agama adalah nasehat. Maka penyampaian nasehat harus dengan
adab dan akhlak yang baik. Mustahil jika pesan akan sampai dengan cara
yang sempurna tanpa nasehat yang dimuat dalam sebuah bingkai akhlakul karimah.
Begitulah Islam mengajarkan umatnya untuk tetap bergaul dengan baik
bukan kepada orang Islam saja, tapi kepada orang-orang non muslim juga.
Tidak mungkin bisa berintraksi dengan baik kepada mereka jika kita
dengan vulgar memvonis mereka sebagai kafir, itu akan menyakiti hati mereka.
Seperti halnya kita jika divonis sebagai domba-domba yang tersesat
dan penyembah batu pastilah hati kita akan sakit. Cukuplah ajaran Islam
yang kita ikuti berada pada wilayah private dan sakral dalam hidup kita
bukan menjadi wilayah yang harus diperdebatkan dengan emosi dan menghancurkan
karakter orang lain.
Jangan sampai ada orang berkata, " Anda sadar tidak, bahwa kitab sucimu itu sudah
dipalsukan. Maka ikutlah kepada kitab suci kami, yang dibawa oleh nabi kami
yang kesuciannya bahkan telah dijelaskan dalam kitab sucimu yang palsu itu".
Begitulah jika dialog perbedaan agama dibawa keranah publik, ada saja
celah yang bisa dipakai untuk saling menyerang antar agama.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa menjadikan kita pribadi yang penuh
dengan toleransi dan jauh dari prasangka yang buruk kepada orang yang berbeda
dengan kita baik itu berbeda dalam pemikiran, pemahaman, aqidah,
Akhirul kalam, wallahu A'lambishawab.
Kang Robby