Menulis tentang Islam membuat Saya harus berpikir keras untuk melihat sisi lain dari Ajaran Islam yang bisa digali dan dikembangkan. Su...
Menulis tentang Islam membuat Saya harus berpikir keras untuk melihat sisi lain dari Ajaran Islam
yang bisa digali dan dikembangkan. Sudah menjadi prioritas utama saya untuk terus berazam; menghidupkan Ajaran Islam agar Islam yang kita kenal saat ini mampu melebur dengan baik ke dalam setiap sendi kehidupan manusia modern.
Tulisan ini bertujuan untuk membuka cakrawala berpikir kita dalam berislam. Apakah Islam sejalan dengan Ajaran Prioritas?
Atau Islam merupakan Ajaran yang memiliki wilayahnya sendiri, yang secara otoritatif sanggup berdiri sendiri dan tidak pernah menghiraukan perspektif zaman dalam setiap ajarannya.
Begitu banyak umat Islam yang terpasung dalam ajaran-ajaran Islam dari produk zaman jahiliyah;
zaman dimana kadar intelektualitas manusia belum stabil, kokoh dan masih terus berkembang.
Ajaran Islam seperti Anjuran memerdekakan budak, pembagian rampasan perang secara adil
dan pembatasan terhadap jumlah wanita yang dinikahi sering sekali dimaknai secara serampangan tanpa pemahaman terhadap konteks yang benar. Bahkan bisa dikatakan, Mayoritas umat Islam sekarang lebih tajam memaknai ajaran Islam secara textual tapi pada satu waktu mereka tumpul dalam mengambil makna substantif dari ajaran Islam itu sendiri.
Jika kita mahu jujur, Islam adalah ajaran yang sejalan dengan semangat prioritas dalam kehidupan.
Adapun contoh-contoh Ajaran Prioritas sangatlah banyak: Keadilan, keseimbangan, Ketertiban, Kebersihan dlsb.
Beberapa contoh dari Ajaran Prioritas ini pararel dengan Ajaran Islam yang ada dalam kitab suci maupun hadist-hadist nabi Muhammad saw. Anjuran Memerdekakan Budak yang termaktub dalam kitab suci Al-Quran misalnya, sangat pararel dengan Ajaran prioritas; Keadilan. Walaupun perbudakan dalam wujud nyata sudah tidak kita jumpai pada zaman ini; zaman yang sudah "move on" dari perbudakan manusia, Tapi semangat memerangi perbudakan seperti yang diajarkan Islam belumlah usai. Selama masih ada instansi, perusahaan dan institusi yang tidak pernah bisa memberi upah dengan adil, dan tidak bisa berhenti untuk mengeksploitasi buruh, pekerja, pegawai dan karyawannya selama itu pula perang melawan ketidakadilan (baca:perbudakan) belum pernah berhenti. Inilah mengapa saya katakan dari awal, Islam dan Ajaran prioritas adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Demikian pula, banyak orang Islam yang mengesampingkan Ajaran prioritas; Kebersihan. Mereka merasa bahwa ajaran ini tidak terlalu penting jika dibanding dengan ajaran yang termaktub dalam kitab suci. Padahal, jika mereka bisa berpikir, dan sadaar diri, untuk dapat beribadah dengan khusyuk; mendirikan shalat, seorang mukmin harus bersih dalam berpakaian dan menyucikan diri dari kotoran yang melekat di badan. Ada banyak penyakit yang disebabkan oleh kurangnya seseorang dalam menjaga kebersihan dalam hidupnya. Seorang beriman harus mampu menjaga kebersihan lingkungannya, menjaga alamnya; melestarikan hutan, tidak membuang sampah sembarangan dan tidak pula menebang dan membakar hutan dengan jumlah yang besar. Ini juga termasuk dari contoh-contoh kongkrit dari Ajaran prioritas yang banyak luput dari perhatian orang Islam.
Orang beriman harus mampu untuk hidup dalam keseimbangan. Keseimbangan adalah kondisi dimana seorang mampu menempatkan dirinya sebagai hamba dan disisi lain juga bisa memposisikan dirinya sebagai khalifah; bertugas memakmurkan bumi, menjaga ciptaan Allah swt dan tidak merusak makhluknya. Beberapa contoh dari perbuatan yang jauh dari semangat keseimbangan adalah: transaksi Narkoba, perdagangan manusia, prostitusi anak-anak dan semua bentuk dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sebagai penutup dari tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk dapat mengamalkan ajaran Islam secara dalam; Ajaran Substantif. Maksudnya, setiap ayat-ayat dari kitab suci, baik itu yang tertera di dalam Al-Quran, Hadist-hadist Nabi Muhammad saw; harus dipahami dalam koridor dan ruang lingkup berpikir yang dalam: logika yang sehat, nalar yang benar dan proses berakal yang matang.
Mari kita ambil contoh, Ayat Al-Quran yang memuat ajaran tentang pembagian rampasan perang,
tidak bisa dimaknai secara harafiah; dengan membangkitkan kembali semangat perang dan membagikan rampasan perang sesuai yang diajarkan kitab suci. Tapi, kita sebagai seorang yang berakal harus bisa menangkap pesan tersirat dari ayat rampasan perang ini yaitu, sesuai yang termaktub dalam kitab suci,
" agar harta rampasan perang itu tidak berputar diantara orang-orang kaya dari komunitasmu".
Ini sebenarnya yang harus kita kaji lebih dalam, memang harta rampasan perang sudah tidak ada pada saat ini. Tapi pesan moral dari ayat ini bisa kita ambil untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang kian memburuk karena dampak dari kecendrungan orang-orang untuk hidup dalam istana kapitalisme, tidak peduli akan kemiskinan yang mewabah di dalam masyarakat. Hal-hal seperti inilah yang harus kita perangi secara terus-menerus dan tidak pernah berhenti sampai keadilan, keseimbangan dan kedamaian tegak di bumi ini.
Robby Andoyo