Dalam Kitab Ihya Halaman 1011 Imam Ghazali masih membahas tentang "Aafatul Lisan" Bahaya dari lisan. "Fukhsun" yang be...
Dalam Kitab Ihya Halaman 1011 Imam Ghazali masih membahas tentang "Aafatul Lisan"
Bahaya dari lisan. "Fukhsun" yang berarti berkata kotor merupakan bahaya lisan
yang sering kali ada dalam kehidupan masyarakat kita. Begitupula "Shabbu" mengumpat,
juga termasuk dari kategori bahaya lisan menurut pandangan Imam Ghazali.
Adapun definisi "Fukhsun" menurut Imam Ghazali adalah,
"Atta'biru 'an Umuri al-Mustaqbahati bil Ibarati Sharihati"
Artinya, Mengungkapkan terhadap hal-hal yang jorok tanpa disamar-samarkan.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tidak tahan dengan sesuatu yang
menjijikkan. Karena itu, kecendrungan untuk mensamarkan ucapan-ucapan
yang tidak pantas dengan bahasa yang lebih lembut merupakan tindakan terpuji.
Inilah yang dinamakan Eufemisme; sebuah sikap mensamarkan atau memperhalus
perkataan yang terindikasi tidak layak menjadi lebih layak atau relevan
untuk didengar. Misalnya, untuk menyebut orang cacat, kita mengubah panggilan
menjadi kaum difabel "People With Different Abilities" Manusia dengan
kemampuan yang berbeda.
Dalam Al-Quran, Toilet tidak disebut "Mirhadun" atau Tandas dalam bahasa
Malaysia. tapi disebutkan dengan bahasa yang lebih lembut "ghait".
Secara bahasa "Ghait" bermakna tanah atau tempat yang landai/datar.
Karena dahulu orang Arab sebelum ada teknologi WC yang ada dirumah
kita saat ini, mereka mencari tempat datar yang sepi untuk membuang hajat.
Imam Ghazali juga mengatakan, Sebagaian kata-kata kotor/jorok terdapat
dalam perkataan tentang hubungan badan pria dan wanita. Seperti kata
"Wiqa'" yang bermakna Jimak sudah diperhalus penyebutannya. Ada beberapa
orang tertetu "Ahlul Fasad" Orang yang gemar berkata kotor; yang sudah
rusak rasa kepantasannya, biasanya cenderung menikmati setiap kata-kata
menjijikkan terkait hubungan pria dan wanita. Misalnya, Menyebutkan kata
F-Word Secara terang-terangan tanpa adanya rasa tidak enak hati.
Karena itulah, Sebagai "Ahlu Shalahi" Orang baik, sudah seharusnya menjaga
setiap tutur kata, dalam bahasa jawa ada istilah yang baik tentang pensamaran
kata-kata yang tidak pantas dengan menyebutnya sebagai "Pasemon" sebuah upaya
untuk mensamarkan kata-kata yang menjijikkan dengan uangkapan yang halus agar
teliga orang yang mendengarnya tidak keri dan merasa tidak nyaman.
Lantas, Apakah tujuan inti dari pensamaran kata-kata yang tidak pantas?
Adapun pensamaran kata-kata yang tidak pantas ini adalah upaya atau sebuah
proses pemberadaban. Bahkan orang-orang berpendidikan disetiap lintas zaman
mempratikkan sikap seperti ini. Itu karena manusia pada dasarnya tidak tahan
terhadap hal-hal menjijikkan yang diungkapkan secara langsung.
Tapi, dalam konteks kekenian, pensamaran kata-kata tidak baik harus disesuaikan.
Misalnya, Perusahaan tidak bisa membayar hutang, disebut dengan restrukturisasi
hutang. Inilah penghalusan kata yang tidak benar yang tidak perlu ditutup-tutupi.
Karena munsamarkan perbuatan tidak baik termasuk sikap yang tidak pantas.
Ibnu Abas Pernah mengatakan,
" Inna Allah Hayiyun Karimun ya'fu wa yaknu, Kanna bil lamsi anil jima'i
Fal masisu, wa allamsu wa adduhulu wa shuhbatu kinayatun an Al-Wiqa wa
laisat bifahisatin"
Artinya, Sesungguhnya Allah SWT maha malu, maha mulia, maha pengampun.
dan maha melakukan "pasemon" mensamarkan kata-kata tidak pantas. Seperti
mensamarkan kata lamsi terkait jimak. "Lamsu" " Adduhul" atau hubungan
badan merupakan "kinayatun" pensamaran terhadap hubungan seksual dan bukan
merupakan perkataan jorok.
Sebagai pentup, Menjaga lisan merupakan hal yang harus dilakukan setiap orang.
karena bahaya yang ditimbulkan dari lisan yang jahat akan membawa bencana
dan menghancurkan. Di Era media sosial sekarang. Bahaya lisan termanifestasi
pada sikap menggunakan kedua Jempol kita. Walaupun kedua jempol tidak berbicara,
tapi apa yang bisa dihasilkan dari kedua jempol kita bisa menentukan akhir hidup
kita.
Sebagai contoh, berapa banyak orang yang sudah mendekam dipenjara karena tidak
bisa mengendalikan prilaku menggerakkan jempol dengan baik; dengan mengunggah
status provokatif, fitnah dan merusak, yang pada akhirnya harus menerima segala
konsekuensi dari perbuatannya itu.
Begitu pula, Biasanya orang yang menjenguk orang yang sakit mengabadikan momen
dengan berfoto. Sebenarnya, memfoto orang yang sakit adalah sikap yang tidak baik.
Apalagi dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Alangkah baiknya, jika tidak
mengambil foto orang sakit secara langsung. Seperti berfoto di depan rumah sakit
dengan Caption "Lagi menjenguk si fulan, semoga lekas sembuh".
Robby Andoyo
