Ajaran Islam dan Semangat Budaya – Robby Andoyo AJARAN ISLAM DAN SEMANGAT BUDAYA Oleh: Robby Andoyo Pendahuluan Dalam lintas...
AJARAN ISLAM DAN SEMANGAT BUDAYA
Oleh: Robby Andoyo
Pendahuluan
Dalam lintasan sejarah, Islam sering hadir sebagai kekuatan moral yang mengoreksi arah peradaban. Fenomena ini telah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya: “Islam itu bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” (HR. Muslim)
Makna keterasingan ini bukan sekadar perbedaan simbolis seperti gaya berpakaian atau adat lokal, melainkan perbedaan prinsip hidup. Seorang Muslim yang tinggal di Eropa dapat beradaptasi secara budaya, tetapi tetap memegang teguh nilai kejujuran, amanah, menepati janji, dan menghindari pengkhianatan, meski norma lingkungan berbeda. Keterasingan yang dimaksud adalah keteguhan dalam nilai, bukan isolasi dari masyarakat.
Dalil Al-Qur'an tentang Nilai Universal Islam
-
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah.” (QS. An-Nisa: 135)
-
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90)
-
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
Artinya: “Penuhilah janji, karena janji itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra: 34)
-
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Artinya: “Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa.” (QS. Al-Maidah: 2)
-
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Hadis tentang Nilai Universal dalam Kehidupan
-
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا...
Artinya: “Islam itu bermula asing dan akan kembali asing...” (HR. Muslim)
-
أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Artinya: “Berilah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
-
الدِّينُ النَّصِيحَةُ
Artinya: “Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim)
-
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
Artinya: “Barangsiapa menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)
-
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
Artinya: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna Hadis "Berilah Pekerja Upahnya Sebelum Keringatnya Kering"
Hadis ini menegaskan prinsip keadilan ekonomi dan penghormatan martabat manusia. Imam Nawawi menafsirkan hadis ini sebagai larangan menunda hak pekerja tanpa alasan syar’i, meskipun batas kontrak belum habis. Dalam konteks modern, hal ini mengkritik modern slavery seperti upah rendah, kontrak timpang, dan beban kerja eksploitatif.
Fazlur Rahman melihat bahwa pesan moral hadis ini relevan dengan hak asasi manusia. Jika diterapkan dalam dunia bisnis, prinsip ini mendorong terciptanya kepercayaan jangka panjang antara pemberi kerja dan pekerja, serta menghapus budaya “tenaga kerja murah” yang merendahkan nilai kemanusiaan.
Profesionalitas dan Keikhlasan
Dalam pandangan Islam, profesionalitas adalah bagian dari amanah, sementara keikhlasan adalah ruh yang menghidupkannya. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa ikhlas tidak berarti meninggalkan hak duniawi, melainkan memastikan bahwa hak tersebut diperoleh dan digunakan dengan niat yang benar.
Al-Buthi, dalam Fiqh al-Sirah, menyatakan bahwa Nabi ﷺ adalah sosok paling profesional: menepati janji, mempersiapkan strategi, dan menghargai waktu, sambil tetap menjaga niat ikhlas. Oleh karena itu, membenturkan profesionalitas dengan keikhlasan adalah kekeliruan konseptual.
Contoh nyata dapat dilihat pada seorang insinyur Muslim di perusahaan teknologi global: ia bekerja sesuai standar tinggi, memenuhi kontrak, dan menuntut haknya, sambil berniat menjaga kemaslahatan umat melalui pekerjaannya.
Analisis Filsafat dan Tafsir Keterasingan
Ibn Khaldun memandang keterasingan sebagai fase alami siklus peradaban. Dalam Muqaddimah, ia menjelaskan bahwa komunitas yang memegang teguh prinsip moral sering terasing di tengah arus materialisme, namun keterasingan ini adalah tanda kekuatan internal yang memelihara peradaban.
Fazlur Rahman menggarisbawahi bahwa keterasingan Islam pada era modern bukan berarti terputus dari realitas sosial, melainkan upaya menjaga integritas moral di tengah budaya global yang relatif. Dalam kerangka ini, umat Islam tidak perlu alergi terhadap budaya lokal atau teknologi baru, selama nilai inti tetap terjaga.
Al-Buthi menambahkan bahwa keterasingan yang dimaksud hadis adalah gharib al-sunnah, yakni kondisi ketika sunnah Nabi ﷺ jarang diamalkan, bukan sekadar perbedaan lahiriah. Maka, Muslim yang tetap jujur dalam perdagangan, amanah dalam pekerjaan, dan konsisten dalam ibadah, meski lingkungannya abai, termasuk dalam golongan “ghuraba” yang diberi kabar gembira.
Penutup
Di era AI dan globalisasi, nilai-nilai universal Islam dapat menjadi panduan etis global: keadilan, kejujuran, amanah, dan kasih sayang. Pemanfaatan AI untuk membangun literasi global, memperluas akses pendidikan, dan mengembangkan etika bisnis yang berkelanjutan adalah wujud aktualisasi nilai ini.
Keterasingan Islam di abad ke-21 harus dipahami sebagai kekuatan moral, bukan keterpisahan dari pergaulan dunia. Seorang Muslim di Tokyo, Paris, atau Jakarta dapat tetap menjadi teladan peradaban, bukan karena perbedaan simbolik, tetapi karena kontribusi nyata dalam memajukan kemanusiaan.
Referensi
- Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.
- Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari. Kairo: Dar al-Ma’rifah.
- Imam Nawawi, Syarh Sahih Muslim.
- Tariq Ramadan, Western Muslims and the Future of Islam. Oxford University Press, 2004.
- Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat. Maktabah Wahbah, 1991.
- Fazlur Rahman, Islam and Modernity. University of Chicago Press, 1982.
- International Labour Organization (ILO). Decent Work Agenda.
- Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah.
- Al-Buthi, Fiqh al-Sirah.
- Muslim, Sahih Muslim.
- Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah.