Menemukan Khusyuk di Tengah Hiruk Pikuk Dunia Modern Menemukan Khusyuk di Tengah Hiruk Pikuk Dunia Modern Oleh: Robby A...
Menemukan Khusyuk di Tengah Hiruk Pikuk Dunia Modern
Oleh: Robby Andoyo
Pendahuluan
Di tengah hiruk pikuk dunia modern, kekhusyukan dalam ibadah menjadi tantangan nyata. Padahal khusyuk adalah syarat sahnya ruh ibadah. Ia bukan hanya soal ketenangan lahiriah, tetapi kehadiran total batin di hadapan Tuhan. Dalam kerangka ini, refleksi terhadap konsep khusyuk menjadi sangat mendesak bagi umat Islam modern.
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan sesungguhnya salat itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Makna Khusyuk Menurut Imam al-Ghazali
Dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa khusyuk terdiri dari dua dimensi utama: khudhu’ (ketundukan fisik) dan khusyuk (ketundukan batin). Ia menulis:
"الخشوع: هيئة في النفس يظهر منها في الجوارح، وهو انكسار ورقة تنشأ عن اطلاع القلب على عظمة الله تعالى."
"Khusyuk adalah kondisi dalam jiwa yang tercermin pada anggota tubuh; yakni kehancuran diri dan kelembutan hati yang lahir dari penyaksian hati terhadap keagungan Allah." (Ihya’, Juz 1)
Al-Ghazali juga menekankan bahwa khusyuk tidak bisa dicapai kecuali melalui latihan panjang (riyāḍah) dan pemahaman mendalam atas bacaan dan makna ibadah.
Dimensi Khusyuk dalam Tantangan Modern
Di era digital ini, manusia hidup dalam atmosfer yang hyperconnected. Gangguan mental, visual, dan emosional datang dari segala arah. Dalam konteks ini, pemikiran Al-Ghazali menjadi sangat aktual. Ia menulis:
"من لم يحضر قلبه في صلاته لم تصح صلاته إلا الظاهر منها، وليس له من صلاته إلا ما عقل منها."
"Barangsiapa yang hatinya tidak hadir dalam salat, maka salatnya hanya sah secara lahir, dan ia tidak mendapat bagian dari salat kecuali sebatas apa yang ia pahami." (Ihya’, Juz 1)
Pandangan Ibn Qayyim: Cinta dan Rasa Takut
Dalam Madarij al-Salikin, Ibn Qayyim menegaskan bahwa khusyuk adalah buah dari tiga hal: cinta yang dalam kepada Allah, rasa takut kepada-Nya, dan pengharapan yang besar kepada rahmat-Nya. Ia menulis:
"الخشوع ثمرة المعرفة بالله، ومتى خلى القلب من المعرفة خلى من الخشوع."
"Khusyuk adalah buah dari ma'rifah (pengenalan) terhadap Allah. Bila hati kosong dari ma'rifah, maka khusyuk pun akan lenyap." (Madarij al-Salikin, Juz 1)
Syekh Ramadhan al-Buthi dan Latihan Ruhani
Dalam bukunya Fiqh al-Sirah, al-Buthi menjelaskan bahwa kekhusyukan dalam ibadah memerlukan pengondisian jiwa lewat dzikir, tadabbur, dan ketenangan lingkungan. Ia menyarankan dzikir dengan jumlah tertentu sebagai riyadoh awal untuk mencapai kehadiran hati.
Al-Buthi menulis:
"الخشوع في الصلاة هو ثمرة التهذيب الروحي، ولا يمكن أن يتحقق إلا بصفاء الذهن وسكينة النفس."
"Khusyuk dalam shalat adalah buah dari pensucian spiritual. Ia tidak mungkin dicapai kecuali dengan kejernihan pikiran dan ketenangan jiwa." (Fiqh al-Sirah, h. 238)
Menggugat Pemahaman Kaku tentang Khusyuk
Hadis Mu'adz bin Jabal yang mengatakan bahwa orang yang sadar kanan kiri saat shalat belum sempurna, tidak boleh dipahami secara literal semata. Pendekatan Islam modern menekankan bahwa konsentrasi bisa terganggu bukan karena faktor batiniah, tapi karena eksternalitas lingkungan.
Begitu pula, pemakaian pakaian yang polos dalam shalat bukan syarat esensial. Spirit Islam modern melihat substansi, bukan formalitas. Yang lebih utama adalah inner clarity daripada sekadar tampilan luar.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 1–2)
Penutup: Khusyuk Sebagai Kesadaran Spiritual Menyeluruh
Khusyuk tidak hanya hadir di ruang sujud, tapi juga di meja kerja, ruang belajar, dan aktivitas sosial. Seorang muslim modern harus mampu membawa ruh khusyuk ke dalam seluruh tindakan yang berorientasi akhirat.
Maka, kekhusyukan harus dibiasakan melalui kontemplasi, dzikir, dan konsistensi ruhani. Dunia modern tidak harus membunuh kekhusyukan, tetapi dapat diarahkan untuk mendukungnya melalui teknologi yang menenangkan jiwa, ruang ibadah digital yang hening, dan komunitas spiritual yang sehat.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Referensi Akademik
- Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005.
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah. Madarij al-Salikin. Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi, 1995.
- Al-Buthi, Muhammad Sa’id Ramadhan. Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah. Beirut: Dar al-Fikr, 2002.
- Qaradawi, Yusuf. Min Huda al-Islam. Kairo: Dar al-Shuruq, 2008.
- Nasr, Seyyed Hossein. The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity. New York: HarperOne, 2002.