Khamar, Ibadah, dan Status Spiritual: Membaca Ulang Hadis 40 Hari dalam Perspektif Ushul Fiqh Pendahuluan Hadis Nabi Muhammad ﷺ tent...
Khamar, Ibadah, dan Status Spiritual: Membaca Ulang Hadis 40 Hari dalam Perspektif Ushul Fiqh
Pendahuluan
Hadis Nabi Muhammad ﷺ tentang larangan khamar merupakan salah satu teks yang paling keras dalam memberikan peringatan. Sabda beliau:
النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، فَإِنْ مَاتَ دَخَلَ النَّارَ، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُسْقِيَهُ مِنْ رَدْغَةِ الْخَبَالِ». قِيلَ: وَمَا رَدْغَةُ الْخَبَالِ؟ قَالَ: «صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ». (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Barang siapa yang meminum khamar, tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Jika ia mati dalam keadaan itu, maka ia masuk neraka. Jika ia bertaubat, Allah menerima taubatnya. Jika ia kembali (minum lagi), maka menjadi hak Allah untuk memberinya minum dari cairan nanah penghuni neraka.” (HR. Ibn Mājah, no. 3377)
Hadis ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah orang yang meninggal sebelum empat puluh hari benar-benar masuk neraka? Bagaimana posisi taubat, dan bagaimana ulama klasik maupun modern menafsirkannya?
Makna Hadis dan Konteks
Pertama, hadis ini tidak berarti bahwa orang yang minum khamar otomatis kafir secara akidah. Istilah “mati dalam keadaan jahiliah” dalam riwayat lain lebih menunjuk pada status moral dan sosial, yakni meniru gaya hidup masyarakat pra-Islam yang bebas dari aturan syariat. Dengan demikian, yang dimaksud adalah ancaman keras, bukan penafian iman secara total.
Kedua, makna “tidak diterima salatnya selama empat puluh hari” menurut mayoritas ulama bukan berarti salatnya gugur kewajiban. Ia tetap wajib menunaikan salat, hanya saja pahala sempurnanya terhalang, sebagai bentuk hukuman spiritual.
Pendapat Lima Ulama Otoritatif
1. Imam Nawawi: menegaskan bahwa larangan ini bentuk ancaman, bukan pengguguran kewajiban. Salat tetap sah, hanya pahala sempurna yang terhalang (al-Minhaj Syarh Muslim, jld. 6).
2. Ibn Hajar al-‘Asqalani: menilai bahwa “masuk neraka” dalam hadis ini termasuk wa‘īd (ancaman), yang dapat gugur dengan taubat atau ampunan Allah (Fath al-Bārī, jld. 10).
3. Imam al-Qurthubi: menekankan bahwa konteks “jahiliah” adalah cara hidup tanpa syariat, bukan status kafir. Hadis ini memperingatkan bahaya spiritual, bukan mengeluarkan dari Islam (Tafsīr al-Qurthubi, QS. al-Māidah: 90).
4. Ibn Taymiyyah: mengklasifikasikan dosa khamar sebagai dosa besar (kabāir) yang tidak menghapus iman, namun bisa menyeret pelakunya ke neraka jika Allah tidak mengampuni (Majmū‘ Fatāwā, jld. 11).
5. Yusuf al-Qaradawi: menegaskan bahwa hadis ini harus dibaca dalam kerangka tarbiyah (pendidikan moral). Islam ingin membentuk kesadaran bahwa khamar menghancurkan akal, yang merupakan sarana utama beribadah (Halāl wa Harām fil Islām).
Analisa Ushul Fiqh
Dari perspektif ushul fiqh, ada beberapa titik penting:
- Mafhūm Mukhalafah: Jika orang bertaubat, maka ancaman neraka gugur. Ini menunjukkan adanya prinsip raf‘ al-wa‘īd bi at-taubah.
- Qiyās: Minuman memabukkan selain khamar juga masuk dalam hukum yang sama, karena ‘illah-nya (sebab hukum) adalah iskār al-‘aql (merusak akal).
- Istihsān: Ulama kontemporer kadang menggunakan istihsān dalam kasus medis, misalnya penggunaan alkohol sebagai obat atau desinfektan, yang berbeda dari minum untuk kesenangan.
- Sadd al-Dzarā’i‘: Larangan keras ini berfungsi menutup segala pintu menuju kerusakan akal dan moral.
- Kaedah Ushuliyyah: “Mā lā yatimmu al-wājib illā bihi fahuwa wājib”. Karena akal syarat sah taklīf, maka menjauhi khamar wajib untuk menjaga sahnya ibadah.
Apakah Mati Sebelum 40 Hari Masuk Neraka?
Mayoritas ulama memahami ini sebagai bentuk wa‘īd, bukan kepastian. Jika Allah menghendaki, pelaku tetap diampuni. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ (النساء: 48)
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan-Nya, dan Dia mengampuni selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. an-Nisā’: 48)
Dengan demikian, orang yang meninggal sebelum 40 hari tetap dalam status Muslim, hanya saja dalam ancaman dosa besar. Tidak ada kepastian masuk neraka, kecuali jika Allah menutup pintu rahmat-Nya.
Kesimpulan
Hadis ini bukan penghapus iman, melainkan ancaman keras atas pelanggaran serius. Ulama menegaskan bahwa:
- Ibadah tetap wajib, hanya pahala sempurna yang terhalang.
- Ancaman neraka bersifat peringatan, bisa gugur dengan taubat.
- Status “jahiliah” bukan berarti kafir, tetapi kemunduran moral.
- Ushul fiqh menunjukkan bahwa hukum khamar berlaku universal, dengan ruang istihsān pada kondisi darurat medis.
Akhirnya, hadis ini menegaskan bahwa menjaga kesucian akal adalah inti ibadah, dan khamar adalah musuh utama peradaban spiritual Islam.
Referensi
- Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah.
- Nawawi, al-Minhaj Syarh Muslim.
- Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bārī.
- al-Qurthubi, al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’an.
- Ibn Taymiyyah, Majmū‘ al-Fatāwā.
- Yusuf al-Qaradawi, Halāl wa Harām fil Islām.